Sekretaris Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Jawa Barat Muhamad Isnaeni mengatakan, kendaraan listrik adalah media transportasi (bisa berupa mobil, bus, sepeda motor) yang dioperasikan di jaringan jalan.
"Namun sumber energinya berasal dari baterai yang ditanamkan pada sarana angkutan tersebut, bukan lagi Bahan Bakar Minyak (BBM)," jelas Isnaeni saat diwawancai Alinea.id, Kamis (27/1).
Ada beberapa manfaat dari penggunaan moda transportasi listrik ini. Antara lain baterai dapat diisi ulang menggunakan berbagai sumber energi yang diharapkan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Selain itu, polusi udara dari knalpot kendaraan tidak lagi mencemari udara kota.
"Permasalahan risiko yang kemungkinan besar akan muncul terkait dengan penerapan kendaraan listrik ini adalah, pada bagaimana efektivitas kerja pemerintah untuk bisa mengawal proses migrasi. Dari era kendaraan BBM menuju era kendaraan listrik dengan tidak menimbulkan gejolak di masyarakat (smooth migration),” papar dia.
Isnaeni juga menjelaskan beberapa permasalahan yang mungkin akan muncul dan langkah mitigasi yang perlu dilakukan adalah dari harga pembelian kendaraan dan biaya operasional yang saat ini masih relatif tinggi. Sebab dilihat dari segi pasaran, harga kendaraan listrik baru masih lebih mahal 30-40% dari mobil konvensional karena teknologi ini masih relatif baru.
"Harga suku cadang dan perawatannya masih cenderung lebih tinggi. Sedangkan biaya charging battery ditengarai saat ini sudah jauh lebih murah dibandingkan pembelian BBM. Oleh karena itu, perlu adanya insentif/disinsentif agar harga kendaraan listrik bisa bersaing dengan kendaraan konvensional," imbuhnya.
Kemudian pemerintah juga harus dapat melihat dari segi ketersediaan infrastruktur pendukung ekosistem kendaraan listrik yang masih terbatas. Maka dari itu dipersiapkan kembali dari ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan bahan baku.
"Kita tahu kendaraan listrik ini pasti membutuhkan SPKLU, bengkel, mekanik, dan pasar suku cadang masih menjadi pertanyaan bagi masyarakat yang saat ini masih ragu-ragu untuk beralih ke kendaraan listrik. Perlu ada semacam penugasan kepada PLN atau bisa bekerja sama dengan Pertamina untuk menyediakan SPKLU secara meluas," ungkapnya.
Isnaeni bukan hanya melihat dari dampaknya terhadap operator angkutan umum. Jika memang ada pengalihan, pemerintah harus menyediakan ruang untuk angkutan umum ini tetap bereksistensi yang sudah berinvestasi menggunakan Bahan Bakar Minyak atau fosil.
"Operator angkutan umum eksisting sudah terlanjur berinvestasi pada sarana angkutan berbasis BBM, dan diperlukan waktu yang lebih panjang untuk beralih ke kendaraan listrik. Oleh karenanya, perpindahan secara gradual sarana angkutan umum ke armada listrik perlu didukung oleh pendanaan khusus dari pemerintah. Sepertinya diperlukan Program Fasilitasi Migrasi Angkutan Umum ke Kendaraan Listrik," jelas dia.
Di kesempatan yang sama, pengamat transportasi sekaligus Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, harus ada langkah mitigasi khusus dari pemerintah, sebelum meresmikan kendaraaan moda transportasi listrik karena belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang kendaraan mewah ini.
"Masih memperhatikan moda transportasi ini karena masuk barang mewah. Tetapi kalau dari pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum bisa dihitung karena belum ada CC nya. Regulasi kita kan pakai CC 1000 misalnya pendapatan sekian BPKB sekian biaya Pajak kendaraan itu belum ada. Ini hanya himbauan dan untuk SPBU untuk regulasi baterai listrik belum ada, jadi harus jelas, " jelas Deddy.
Bukah hanya itu, dia juga memperhatikan limbah baterai yang sudah tidak terpakai dari kendaraan yang belum jelas aturannya. Itu dapat dipertimbangkan pemerintah untuk mengelola limbah kimia baterai jika resmi mengambil kebijakan tersebut.
"Yang jelas soal listrik harus diperhatikan pemerintah dari limbah baterai itu, sudah tidak terpakai itu kan belum ada aturannya. Contohnya cara kita membuang ukuran baterai ukuran sedang dan besar. Habis itu pun harus dipikirkan dalam regulasi karena memang itu mengandung zat kimia yang dapat merusak lingkungan. Apalagi untuk ukuran baterai besar 1 meter persegi moda transportasi itu untuk pembuangan sampahnya bagaimana. Harus ada mitigasinya, jangan asal membeli namun juga merawat lingkungan," jelas dia dengan tegas.