Dua raksasa ekonomi digital dalam negeri, Gojek dan Tokopedia, resmi bergabung dan membentuk entitas bisnis bersama bernama GoTo. Kontribusi perusahaan ini terhadap PDB Indonesia pun disebut akan mencapai 2% dari total PDB sebesar Rp15.434 triliun.
Kontribusi sebesar itu terlihat dari lalu lintas transaksi pada 2020 yang mencapai Rp1,8 miliar, memiliki lebih dari dua juta mitra driver dan 11 juta mitra usaha (merchant), serta memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif bulanan (Monthly Active User/MAU), dan terjadi perputaran ekonomi yang luar biasa mencapai lebih dari US$22 miliar atau setara dengan Rp314 triliun.
Menurut Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI Ajib Hamdani, terdapat dua sisi yang saling bertolak belakang dari merger dua entitas bisnis digital raksasa tersebut.
Pertama, kedua perusahaan mendorong terciptanya digitalisasi ekonomi dan kemudahan bagi konsumen. Hal ini akan memberikan harga terbaik buat konsumen dan seluruh masyarakat Indonesia atas kebutuhan konsumsi yang dibutuhkan.
"Persaingan menjadi sangat bebas dari sisi produsen. Efek selanjutnya adalah menjadi bagian instrumen yang bisa menekan inflasi. Karena persaingan terjadi secara sempurna untuk seluruh pelaku ekonomi," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/5).
Kedua, keuntungan secara nasional adalah potensi penerimaan pajak yang bisa ditingkatkan dengan pengawasan tax compliance seluruh pelaku ekonomi yang masuk dalam ekosistem bisnis GoTo. Produsen akan diketahui omzetnya.
Di sisi lain, konsumen akan diketahui kemampuan belanjanya, sehingga bisa diukur berapa penghasilan normal per bulannya. Digitalisasi menjadi alat buat negara untuk mempermudah pengawasan.
"Tetapi, hal ini dengan catatan, tax officer mengeluarkan regulasi bersifat mandatory untuk membuat koneksi database GoTo dengan sistem perpajakan Indonesia. Kisaran tax ratio sebesar 8% pada 2020 akan terdongkrak pada tahun-tahun mendatang," ujarnya.
Sementara itu, terdapat ancaman secara ekonomi nasional yang harus diwaspadai dalam proses bisnis ini, minimal atas dua hal. Pertama, bagaimana kesiapan UKM di Indonesia. Penopang lebih dari 60% PDB ini sangat rentan dengan persaingan yang bebas dan terbuka.
Karena UKM di Indonesia menghadapi beberapa masalah mendasar, diantaranya rendahnya produktivitas dan tingginya Harga Pokok Produksi (HPP) karena proses ekonomi yang tidak efisien.
Hal inilah, menurutnya, yang melatarbelakangi Presiden Jokowi selalu mengingatkan gagasan besarnya untuk melakukan peningkatan kualitas SDM dan juga deregulasi.
"Sepanjang UKM Indonesia masih berkutat dengan masalah-masalah ini, produk asing akan membanjiri Indonesia. Dan tren inilah yang sudah mulai terjadi," ucapnya.
Kedua, jika dilihat dari pemilik mayoritas dalam struktur bisnis GoTo, Tokopedia dan Gojek adalah dua perusahaan yang secara ikonik menjadi representasi Indonesia, karena para founders adalah orang Indonesia.
Namun, dia mempertanyakan, ke depan apakah pemegang saham mayoritas masih orang-orang Indonesia? Karena secara bisnis, selanjutnya ini akan menentukan mengalirnya arus uang yang menjadi keuntungan atas siklus ekonomi di ekosistem bisnis ini.
"Apakah akan tetap mengalir di dalam negeri, atau justru mempermulus aliran uang ke luar negeri," kata dia.
Dengan melihat potensi keuntungan dan ancaman yang tersebut, menurutnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah melalui BUMN serta kewenangan regulasi yang dimiliki adalah dengan membuat platform digital sebagai penyeimbang.
"Karena tujuan dari BUMN, selain financially profit, juga untuk social welfare. Pemerintah bisa memainkan peran ekonomi terbaik pada saat dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat luas dan kepentingan ekonomi nasional," tuturnya.