Menjaga Pulau Jawa agar tak tenggelam dengan tanggul laut raksasa
Fenomena amblesan tanah setidaknya telah terjadi di Pulau Jawa sejak tahun 1970-an. Daerah-daerah pesisir, seperti Jakarta, Semarang, Pekalongan, Bekasi, Kendal, dan Demak memiliki ancaman lebih tinggi untuk mengalami penurunan tanah lebih dalam.
Peneliti Madya Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dwi Sarah menjelaskan, fenomena amblesan tanah akan semakin terjadi pada daerah-daerah yang memiliki struktur tanah alluvial, endapan danau, gambut, dan tanah organik yang berumur muda atau kuarter. Di mana jenis-jenis tanah ini lah yang menyusun daratan daerah-daerah di Pantai Utara (Pantura) Jawa.
“Dan juga dari faktor antropogenik akibat eksploitas air tanah yang berlebihan dan penambahan beban yang berlebihan di permukaan (tanah),” katanya, dalam Seminar Nasional Giant Sea Wall, di Jakarta, Rabu (10/1).
Karena faktor-faktor tersebut, setidaknya dataran-dataran di Pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya perlahan namun pasti mengalami penurunan permukaan tanah. Jakarta mengalami laju amblesan tanah antara 5 sentimeter (cm) hingga 15 cm per tahun. Sementara di daerah Pantura Jawa, yang meliputi Pekalongan, Demak dan Semarang diperkirakan mengalami laju amblesan tanah sekitar 5 cm hingga 10 cm per tahun dan rata-rata kenaikan permukaan air laut mencapai 3 milimeter hingga 10 mm per tahun.
Dengan ditambah semakin banyaknya pembangunan bangunan baru, rusaknya sistem drainase atau serapan air, membuat bencana rob tidak bisa terelakkan lagi. Untuk menanggulangi dampak bahaya amblesan tanah ini, Sarah bilang, ada dua strategi yang bisa dilakukan.
“Dari fenomena yang terjadi di Pantura ini kita dapat melakukan dua trategi, yaitu jangka pendek untuk menanggulangi dampak seketika dan jangka panjang,” ujar dia.
Melalui strategi jangka panjang ini, hal utama yang harus dilakukan adalah dengan berupaya mengurangi, hingga akhirnya dapat menghentikan laju amblesan tanah. Dalam hal ini, pemerintah tidak cukup memitigasi dampak laju penurunan tanah hanya dengan membangun struktur penahan banjir saja, melainkan juga harus memperbaiki manajemen air.
“Khususnya mengutamakan penggunaan air permukaan sebagai sumber air bersih dan mengurangi ketergantungan terhadap air tanah, penerapan zona konservasi air tanah dan juga diperlukan monitoring amblesan tanah dan kenaikan permukaan air laut yang kontinu,” jelas Sarah.
Sementara itu, pemerintah telah menyadari berbagai ancaman ekologi yang tengah dihadapi Pulau Jawa, Mulai dari ancaman erosi, abrasi, banjir, hingga penurunan permukaan tanah yang menyebabkan banjir rob. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato, mengungkapkan laju penurunan tanah di sepanjang daerah Pantura Jawa yang bervariasi antara 1 cm hingga 25 cm per tahun dan kenaikan permukaan air laut mencapai 1 cm hingga 15 cm per tahun di beberapa lokasi.
Padahal, Pulau Jawa menyumbang pertumbuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 57,12%. Khusus daerah Pantura, menurut studi JICA (Japan International Cooperation Agency), berkontribusi sekitar 20% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari sisi ekonomi, Pantura juga disebut sebagai North Java Corridor Economy, terdiri dari lima wilayah pusat pertumbuhan industri, 70 kawasan industri, 28 kawasan peruntukan industri, dan lima kawasan ekonomi khusus (KEK). “Memiliki kegiatan industri, perikanan, transportasi, pariwisata. Jumlah penduduk di Pantura itu 50 juta, jadi yang terdampak 50 juta orang. Tentu ini tidak hanya membahayakan keberlangsungan ekonomi dan infrastruktur, tapi juga kehidupan masyarakat,” ujar Airlangga.
Karenanya, jika permasalahan akibat penurunan permukaan tanah tidak segera diatasi, estimasi kerugian ekonomi yang harus ditanggung Pulau Jawa, khususnya di Jakarta saja dapat mencapai Rp2,1 trilun per tahun. Sementara dalam 10 tahun nilai kerugian bisa meningkat hingga Rp10 triliun.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berupaya membangun Tanggul Pengaman Pantai di wilayah utara Jakarta, Banten, hingga Jawa Barat. Pada saat yang sama, pemerintah juga tengah berupaya mempercepat pembangunan Kawasan Ekonomi di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk mengantisipasi kerugian ekonomi yang mungkin terjadi.
Di sisi lain, agar Pulau Jawa, utamanya Pantura tidak semakin tenggelam, pemerintah bakal membentuk kelompok kerja (task force) untuk menggarap Major Project Pengaman Pesisir Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) di lima kota di Pantura Jawa. Selain itu, penyediaan air bersih dan perbaikan sanitasi juga akan dilakukan bersamaan, untuk menjaga agar laju penurunan tanah tidak semakin cepat.
“Giant Sea Wall sangat diperlukan karena kami ingin menyelesaikan land subsidence ataupun penurunan permukaan tanah yang terus menerus terjadi dan juga banjir rob yang terus menerus terjadi. Oleh karena itu, kami segera menindaklanjuti,” tegas Airlangga.
Pemerintah memang sedang membangun tanggul laut di sepanjang utara Jakarta hingga ke Banten dan Jawa Barat. Namun, program yang sudah masuk ke dalam Projek Strategis Nasional (PSN) ini masih dilangsungkan sepotong demi sepotong.
“Pembangunan yang berbasis sepotong-sepotong hanya menyelusuri pantai, tidak menyelsaikan masalah secara keseluruhan. Karena itu, tanggul laut harus dibangun terintegrasi,” imbuh Ketua Umum Partai Golkar tersebut.