close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
Bisnis
Senin, 23 November 2020 16:42

Menjinakkan La Nina demi ketahanan pangan

Kementerian Pertanian mempercepat musim tanam untuk antisipasi dampak La Nina.
swipe

Fenomena alam La Nina kembali melanda Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan siklus La Nina yang berulang akan membayangi Tanah Air dari tahun ini hingga awal tahun mendatang.

Saat La Nina terjadi anomali cuaca. Intensitas hujan akan lebih tinggi 20%-40% dibanding kondisi normal. BMKG menyebut, La Nina intensitas rendah diperkirakan bakal berlangsung mulai September 2020 hingga April 2021. 

Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir mengungkapkan La Nina menimbulkan potensi merugikan. Hal ini terkait erat dengan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, angin kencang atau angin puting beliung.

Namun belakangan ini, pihaknya justru melihat La Nina sebagai peluang dan berkah bagi sektor pertanian. Peluang dan berkah ini, kata dia, akan didapat bila potensi ketersediaan air yang lebih besar dari biasanya itu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. 

"Sekarang, baik La Nina ataupun El Nino jadi momentum untuk meningkatkan produktivitas. Lahan kering dapat dimanfaatkan lebih baik, yang kebanjiran dan yang ditanam (manfaat terhadap proses penanaman) lebih banyak yang ditanam," ujar Winarno kepada Alinea.id kemarin. 

Winarno melanjutkan, kejelian petani beradaptasi dalam situasi La Nina juga menjadi berkah tersendiri. Misalnya, pemanfaatan lahan kering yang telah lebih baik pengairannya. Lahan ini bisa ditanami dengan aneka tanaman pangan alternatif seperti padi gogo, jagung, hingga kacang tanah.

Ilustrasi persawahan. Pixabay.com.

Selain persawahan, menurutnya, lahan kering yang tergolong lahan marginal juga bisa dimanfaatkan. Namun, langkah ini harus dibarengi dengan penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan melalui pupuk yang baik. Jadi meski La Nina melanda, lahan yang tidak subur itu bisa menjadi lebih produktif. 

"Ini menjadi momentum bagi lahan pertanian marginal yang jumlahnya ada lebih dari 13 jutaan, yang belum masuk data BPS, karena lahan yang tidak subur ini dengan teknologi dan pupuk hayati atau organik bisa jadi subur," terang dia. 

Memang, banyak potensi yang bisa didapat petani dari La Nina. Namun Winarno juga mengingatkan para petani agar tetap mengantisipasi kemungkinan terburuk dari La Nina. Salah satunya dengan ikut serta dalam jaminan asuransi bagi petani dengan besaran premi Rp180.000 per hektare (ha). 

Dari jumlah premi itu, petani hanya membayar 20% atau Rp36.000 per hektare, sedangkan 80% sisanya dibayarkan pemerintah alias disubsidi. Asuransi ini akan menjamin setiap kegagalan panen termasuk bencana akibat La Nina. Dengan keikutsertaan ini, petani berhak mendapatkan jaminan sekitar Rp6 juta. 

"Tapi ini petani harus daftar juga tiap musim, bayar Rp36.000. Kalau dia bayar asuransi, nanti baru akan cair," ujarnya. 

Di sisi lain, tambahnya, pemerintah perlu sigap dalam memitigasi dampak La Nina agar bisa jadi berkah tersendiri bagi pertanian. Hal utama yang digaris bawahi adalah soal produksi, ketersediaan hingga distribusi benih dan pupuk yang mudah bagi petani. 

"Bukan saja ada, tapi tahu dimana nyarinya itu petani, nah ini yang paling penting," tegasnya. 

Pemerintah, menurutnya, juga perlu gencar dalam mendorong kelancaran pembiayaan para petani dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ini berguna agar petani bisa terus melanjutkan produksi pertanian. 

Tidak hanya soal finansial, pemerintah juga harus melakukan pengawasan ketat di lapangan saat musim hujan di kala La Nina. Pasalnya, tingginya curah hujan ini menimbulkan potensi berbagai penyakit tanaman yang juga perlu ditanggulangi oleh peran pemerintah. 

"Saat petani ada serangan hama, tolong dibantu, kalau bisa dibantu Dinas dan Pemda setempat, bisa pakai dana APBN," ujar dia. 

Terakhir, adalah bantuan bagi petani kala panen tiba. Ia meminta para petani dijamin perlindungan kesejahteraannya dengan penerapan harga pangan minimal yang diatur dalam peraturan undang-undang. 

"Jangan dikecewakan petani, harganya jatuh. Memang ada permendag, tapi siapa yang mengawal? Karena selama ini enggak ada sanksi tegas, bargaining (daya tawar) petani juga lemah," katanya. 

Upaya mitigasi La Nina

Guru Besar FEM Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Firdaus mengakui upaya pemerintah dalam mitigasi La Nina utamanya bagi sektor pertanian telah dilakukan sejak pertengahan tahun ini. Buktinya, koordinasi terkait hal ini sudah dilangsungkan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas) bersama para pemangku kebijakan pada Juni 2020 lalu. 

"Sudah menyiapkan, makanya, Juni-Juli itu sudah melakukan percepatan tanam. Dengan demikian, bulan Oktober-November ini sudah bisa panen sebagian besar," ujar Firdaus ketika dihubungi Alinea.id beberapa waktu lalu. 

Selain itu, menurutnya, cadangan pangan yang jumlahnya lebih dari 1 juta ton masih terbilang aman dalam menyambut La Nina ini. Sebab, antisipasi ketersediaan pangan sudah dilakukan oleh pemerintah berupa percepatan tanam. 

Target tanam Musim Tanam (MT) I Oktober 2020-Maret 2021. Sumber: Kementan
Bulan Luas tanam (hektare)
Oktober 2020 776.656
November 2020 990.168
Desember 2020 1.973.461
Januari 2021 2.166.855
Februari 2021 1.287.415
Maret 2021 1.012.577
Total Oktober 2020-Maret 2021 8.206.131

Bukan saja pemerintah, Firdaus berpendapat, mitigasi sebetulnya juga tak lepas dari peran swasta. Misalnya saja, para start up yang mengoptimalisasi informasi kalender tanam. Inovasi itu diharapkan lebih mudah diakses bagi masyarakat utamanya kalangan petani. 

"Yang perlu dioptimalkan itu hal-hal seperti itu, internet of things dari informasi bisa sampai langsung ke petani lewat smartphone," katanya. 

Sementara itu, tambahnya, bagi petani yang mengalami kendala teknologi komunikasi dan informasi seperti ketiadaan telepon pintar maka para penyuluh bisa berperan lebih aktif. 

Dia pun menyambut baik upaya yang digalakkan pemerintah dalam mengelola data dan menjalin komunikasi para petani lewat ruang kontrol Agriculture War Room (AWR). Sayangnya, kapasitas pengembangan infrastrukturnya masih perlu terus ditingkatkan. 

"Harus dijamin, tahun 2021 harus diprogramkan oleh Kementan dan pemerintah supaya infrastruktur di AWR ini dengan BPP bisa berjalan dengan baik. Kan 2020 pengadaan hardwarenya, 2021 tinggal softwarenya masih harus dibangun bersama oleh berbagai pihak," ucapnya. 

Menurutnya, pada tahun mendatang Kementan juga perlu mengoptimalkan program yang baru dicanangkan. Utamanya anggaran khusus untuk jaminan penyerapan saat panen raya agar tidak mengalami kejatuhan harga. 

"Itu belum ada di tahun sebelumnya," ujarnya. 

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi lantas membeberkan upaya-upaya yang dilakukan untuk antisipasi dan mitigasi dampak La Nina. Diantaranya, mapping wilayah rawan banjir dengan early warning system dan rutin memantau informasi BMKG.

Tidak hanya itu, ia menyarankan perlunya menggerakkan brigade La Nina (Satgas OPT-DPI) serta Brigade Tanam dan Brigade Panen. Juga, upaya pompanisasi in-out dari sawah serta rehabilitasi jaringan irigasi tersier atau kuarter. 

Kemudian, pemerintah menurutnya juga menggalakkan penggunaan benih tanah genangan seperti inpara 1 sampai 10, inpari 29, inpari 30, Ciherang sub 1, inpari 42 Agritan, varietas unggul lokal dan sejenisnya.

"Lalu, asuransi usaha tani padi dan bantuan benih bagi puso hingga optimalisasi pasca panen dengan menggunakan dryer/pengering," katanya. 

Sementara menyoal penyerapan hasil pertanian, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Edy Purnawan mengatakan pemerintah bakal mengamankan distribusi di daerah yang surplus hasil pertanian ke daerah yang minus. Selain itu, pihaknya juga memberikan bantuan transport, kerjasama mitra swasta, menunjuk BUMN sebagai off taker, hingga menstimulasi pemasaran.  

"Mengembangkan Toko Tani di seluruh Indonesia dengan pemasaran langsung dan daring hasil pertanian kerja sama dengan Poktan/Gapoktan hingga memfasilitasi akses ekspor komoditas pertanian," tambah Edy di kesempatan berbeda. 

Kinerja membaik

Harus diakui, kinerja ekspor pertanian dalam negeri sebenarnya terus membaik. Data BPS per 15 September 2020 mencatat, nilai ekspor pertanian September 2020 meningkat 20,84% terhadap Agustus 2020 dan meningkat 16,22% terhadap September 2020. 

Untuk mitigasi akibat dampak La Nina lainnya, pihaknya tengah melakukan pengamanan produksi pangan. Di antaranya, pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), pengamanan standing crop (informasi pertumbuhan padi) di lokasi kekeringan atau kebanjiran, hingga gerakan percepatan olah tanah dan tanam.  

Selain itu, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dalam setahun yang telah dianggarkan untuk 1 juta Ha juga diharapkan dapat membantu sebagian daerah endemis OPT dan terkena kekeringan atau kebanjiran. 

"Jika terjadi puso dapat klaim asuransi untuk membiayai tanam ulangnya. Yang belum tercover AUTP jika terkena puso dapat bantuan benih. Sehingga, keduanya saling melengkapi," katanya. 

Pada tahun 2020 ini, Kementan mencatat stok awal produksi padi sebesar 5,9 juta ton. Kemudian,  produksi beras 2020 sebanyak 31,63 juta ton dan tingkat konsumsi sebanyak 30,08 juta ton beras. Sehingga, prediksi stok akhir tahun diprediksi mencapai 7,45 juta ton beras.

Beberapa upaya pemerintah dalam menggalakkan program peningkatan ketahanan pangan meliputi peningkatan kapasitas produksi dengan pengembangan lahan rawa di Kalteng seluas 164.598 hektare, perluasan areal tanam baru (PATB) seluas 250 ribu hektare, dan peningkatan produksi berupa gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengurangi impor.
   
Ada pula diversifikasi pangan lokal, berupa pengembangan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang fokus pada satu komoditas utama. Pemanfaatan pangan lokal secara masif seperti, ubi, jagung, sagu, pisang hingga sorgum. 

"Ini bisa dilakukan pemanfaatan lahan pekarangan melalui program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan urban farming," katanya. 

Upaya penguatan cadangan dan sistem logistik pangan melalui pengembangan LPM dan LPM berbasis desa (LPM Desa), pun tengah dilakukan. Selain itu, ada pula penguatan sistem logistik pangan nasional untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan. Terakhir, mendorong pertumbuhan ekspor hingga menambah mitra dagang luar negeri setelah pasokan pangan dalam negeri kuat. 

"Pengembangan pertanian modern juga dilakukan berupa pengembangan smart farming, pengembangan dan pemanfaatan screen house, pengembangan food estate hingga pengembangan korporasi petani," pungkasnya.

img
Nurul Nur Azizah
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan