Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 mencapai 5,3% lebih tinggi dari realisasi 5,17% pada 2018.
Menkeu menuturkan, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan memiliki tantangan terutama risiko koreksi (downside risk) cukup besar.
"Tahun ini kita berharap growth-nya mencapai 5,3%, memang downside risk-nya besar," ujar Sri Mulyani dalam acara Kadin Entrepreneurship Forum 2018 di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (27/2).
Kendati downside risks besar, Sri Mulyani meyakini dinamika dalam negeri masih sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh konsumsi yang masih cukup kuat dan didukung dengan asumsi makro yang diprediksi kian mengalami perbaikan.
"Sehingga kita lihat masih cukup balance," katanya.
Menurutnya, konsumsi yang tumbuh di atas 5% pada tahun lalu adalah pertumbuhan yang cukup sehat. Kondisi ini dipicu oleh terjaganya daya beli, inflasi yang rendah, serta kepercayaan konsumen yang bagus. Tanpa kepercayaan yang bagus, pertumbuhan konsumsi akan jelek.
Sejauh ini, jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi global, perekonomian di dalam negeri dinilai cukup memiliki resiliensi. Buktinya, ketika ada krisis keuangan global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di atas dinamika ekonomi global dengan pertumbuhan sebesar 4,6% pada 2008-2009. Sementara itu, ekonomi global justru terkoreksi 0,1%.
Ketika Federal Resevere menyampaikan akan melakukan quantitative easing yang menimbulkan gejolak taper tantrum pada 2013-2014, Indonesia pun masih tumbuh di kisaran 5,6%.
"Itu semua dampak yang mempengaruhi global tetapi Indonesia relatif resilient. Dari waktu ke waktu, kita bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Kemampuan Indonesia dalam mempertahankan perekonomian yang stabil itu juga dipercayai mampu memberikan dampak positif terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dengan asumsi makro yang meyakinkan.
"Inflasi 2019 nanti diprediksi tetap di 3,5%, suku bunga bertahan di 5,3%, nilai tukar (rupiah) bisa tetap di Rp15.000 tapi sekarang kita sudah Rp14.000, kemudian harga minyak kita asumsikan US$70/barrel, lifting minyak 775 barrel/hari, dan lifting gas 1.250 barrel/day. Ini adalah asumsi yang mendasari, jadi pasti ada implikasinya ke dalam APBN," ujarnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjamin perbaikan serupa juga akan terjadi pada target pertumbuhan negara, di mana angka pengangguran diprediksi mampu menurun hingga 4,8%-5,2%, angka kemiskinan pada rentang 8,5%-9,5%, rasio gini meningkat hingga 0,38%-0,39%, dan Human Development Index mencapai 71,98%.
Di sisi lain, kekhawatiran terhadap faktor downside risk tersebut, diakui Menkeu Sri Mulyani sebagai timbal balik dari faktor eksternal.
"Ya, ini karena faktor eksternal yang disampaikan seperti dinamika dari Amerika Serikat, China, dan ekspor kita yang mesti harus kita jaga untuk tumbuh dan investasi kita yang masih belum menembus 7%," ucapnya.
Menurutnya, investasi yang hanya tumbuh di kisaran 6,6% merupakan satu hal yang harus soroti. Dia berharap pertumbuhannya bisa mencapai 7%. Oleh karena itu, kondisi ini akan menjadi pekerjaan rumah bersama.
Meski demikian, dia juga meyakini kondisi global tersebut, sepanjang 2019 ini justru akan menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.
"Nah, tantangan 2019 apakah itu berhubungan dengan Amerika atau dengan China, justru sekarang ini nampaknya mulai ada tanda-tanda, Trump akan mengundang Xi Jinping di tempat peristirahatannya artinya tanda-tandanya baik. Kemudian, Trump akan bertemu dengan Kim Jong Un di Vietnam, berarti geopolitiknya nanti bakal adem," katanya.