Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan alasan pemerintah mengimpor beras.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menuturkan, impor beras membuat stok pangan bagi masyarakat menjadi aman. Sebab, lahan baku sawah produksi padi saat ini hanya mencapai 7,1 juta Hektare dari 7,75 juta Ha.
Menurutnya, alih fungsi lahan sawah itu telah berubah menjadi tanah untuk jenis perekonomian lain. Seperti pabrik, jalan tol, hingga perumahan.
"Namanya juga keperluan tanah itu macam-macam, bukan hanya untuk sawah. Orang perlu bikin jalan tol, perlu bikin perumahan real estate, perlu bikin pabrik. Enggak bisa ditahan itu," ujar dia saat ditemui di kantornya usai melakukan Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (22/10).
Kondisi tersebut, sambungnya, menjadi pemicu hasil produksi hanya menjadi 29,6 juta ton beras. Padahal, seharusnya produksi bisa menghasilkan 32,4 juta ton beras.
Terlebih, ucapnya, petani di Tanah Air yang berjumlah 4,5 juta penduduk, menyimpan setidaknya 5 kilogram-10 kg untuk dikonsumsi sendiri.
"Itu sebabnya pada awal tahun, kita sudah mulai melihat, bahwa stok Bulog (Badan Urusan Logistik) kok rendah sekali. Bahkan, pada waktu Maret kita mengimpor, itu stok Bulog tinggal 500.000 ton. Itu terlalu rendah," jelas Darmin.
Untuk itu, lanjut Darmin, Bulog harus mengimpor 1,8 juta ton beras. Sedangkan, sebanyak 600.000 ton sisanya berasal dari dalam negeri. Sehingga, stok beras nasional saat ini sebanyak 2,4 juta ton.
Kebijakan impor tersebut, kata dia, membuat konsumsi beras untuk masyarakat Indonesia aman. "Karena kita impor. Kalau enggak ada impor, (maka akan) tewas," tegasnya.
Data tak valid
Pemerintah berkoordinasi untuk melakukan validasi data beras nasional yang diakui tidak valid. Penyempurnaan metode perhitungan produksi beras ini dilakukan dalam Rapat Terbatas Kebijakan Pangan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla selaku pimpinan rapat terbatas tersebut menjelaskan, dalam upaya penyempurnaan metode perhitungan produksi beras, dilakukan secara komprehensif untuk seluruh tahapan.
Di antaranya, perhitungan luas lahan baku sawah nasional dilakuakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), dibantu oleh badan Informasi Geospasial (BIG), serta Lembaga Penerbangan dan Antariks Nasional (LAPAN).
Kemudian, Badan Pusat Statistik (BPS) melakuan perhitungan luas panen, produktivitas per hektare, dan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras dibantu oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Dari hasil penyempurnaan perhitungan produksi beras yang dibahas dalam rapat tersebut, dilaporkan oleh BPS, sampai bulan September 2018, data luas panen ada seluas 9,5 juta Ha," kata Wapres dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id.
Dengan memperhitungkan potensi sampai Desember 2018, maka luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta Ha.
Berdasarkan perhitungan luas panen tersebut, diperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 49,65 juta ton sampai September 2018.
Berdasarkan perhitungan potensi produksi sampai Desember 2018, maka diperkirakan total produksi GKG tahun 2018 sebanyak 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras.
"Konsumsi beras, baik secara langsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi tidak langsung yang telah dimutakhirkan menurut BPS untuk tahun 2017 adalah 111,58 kg per kapita/tahun atau 29,57 juta ton per tahun," jelas JK.