Presiden Joko widodo (Jokowi) kerap mengingatkan bahwa perekonomian global di 2023 akan semakin gelap. Apalagi berdasarkan prediksi dan kalkulasi sejumlah lembaga internasional menyebutkan, ekonomi global tidak baik-baik saja. Ini semua menurut presiden karena perang Rusia-Ukraina, krisis pangan dan energi, disusul krisis finansial, dan adanya ancaman perubahan iklim.
Adanya ketidakpastian kondisi global yang multidimensi tersebut, menjadikan beberapa negara memerlukan bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Disebutkan oleh Menteri Koordinasi (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, telah terdata 28 negara di dunia yang masuk menjadi penerima bantuan IMF, 14 di antaranya telah masuk dan 14 sisanya masih dalam proses.
“Krisis saat ini scope-nya lebih besar daripada krisis di 1998 yang menimpa beberapa negara di Asean. Hal ini membuat presiden mengingatkan kita semua agar mengambil kebijakan secara berhati-hati,” jelas Airlangga dalam keterangan pers terkait Sidang Kabinet Paripurna, Selasa (11/10).
Kehati-hatian tersebut diperlukan agar Indonesia tak salah langkah seperti Inggris yang membuat nilai tukar Poundsterling terjun bebas. Mata uang Inggris tersebut diketahui anjlok ke level terendah sepanjang masa terhadap US$ selama 37 tahun ke belakang, yakni sekarang berada di level sekitar US$1,03 padahal di 1985 sebesar US$1,05.
Airlangga mengatakan, kondisi Rupiah saat ini masih tergolong moderat dibanding negara lain. Ia menyebut depresiasi Rupiah yang terjadi saat ini adalah 6%, meski demikian masih lebih baik bila dibanding Swiss, Kanada, Nepal, Malaysia, Thailand, dan Inggris. Diketahui saat ini posisi Rupiah berada di kisaran Rp15.300 per US$.
Pada kesempatan yang sama, Airlangga juga menjelaskan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk realisasi belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) per 31 Agustus 2022 telah tercapai Rp575,8 triliun dan untuk pendapatan negara mencapai 49,8% atau Rp1.764,8 triliun.
“Dan Indonesia per Agustus surplus Rp107,4 triliun,” lanjut Airlangga.
Lebih lanjut Airlangga menyampaikan bahwa ketahanan eksternal ekonomi Indonesia relatif masih kuat walau mengalami goncangan.
“Dari volatility index (VIX) kita sekitar 30,49 atau dalam range indikasi 30, kemudian terkait dengan level index exchange market pressure kita juga di angka 1,06 atau di bawah 1,78. Demikian pula juga dengan perbandingan credit default swap kita yang relatif lebih rendah dibanding Meksiko, Brasil, Afrika Selatan,” pungkas Airlangga.