Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus naik dan saat ini sudah berhasil mencapai 16,10%. Ini juga diiringi dengan kenaikan nilai ekspor manufaktur yang disampaikan Agus, kontribusinya terhadap total ekspor nasional mencapai 70,81%.
Melihat pencapaian tersebut, Agus bilang sesuai dengan arahan presiden yang menginginkan adanya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah pada seluruh komoditas dalam negeri, maka pada sektor manufaktur di 2023 diarahkan juga pada penciptaan nilai tambah.
“Jadi seluruh kebijakan yang ada akan secara konsisten didorong terus menerus menuju hilirisasi. Dan kebijakan hilirisasi ini adalah kebijakan yang tepat untuk menciptakan nilai tambah di Indonesia,” ujar Agus pada pemaparannya di acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12).
Bersiap menghadapi 2023, Agus pun merincikan masih ada beberapa tantangan yang akan dihadapi pada sektor manufaktur terkait pada hilirisasi di lapangan. Tantangan pertama adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM).
“Kita perlu SDM yang kompeten, berkapasitas, dan berkapabilitas. Di setiap tahun butuh at least 600.000 tenaga kerja baru untuk isi sektor manufaktur termasuk di dalamnya hilirisasi,” lanjut Agus.
Tantangan kedua yaitu, perlunya perluasan kerja sama internasional untuk membuka pasar ekspor baru. Saat ini Indonesia menurutnya sedang menargetkan dua kawasan besar yaitu Eropa dan Afrika, caranya dengan terus berusaha menyelesaikan perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IU-CEPA). Perjanjian ini dinilai bisa membawa manfaat yang sangat besar bagi kedua belah pihak terutama di industri manufaktur.
“Manfaatnya agar barang kita bisa lebih mudah dikirim ke Eropa yang dinilai sebagai market yang cukup besar. Negara-negara Afrika juga merupakan pasar non tradisional yang perlu kita eksplor secara serius,” sambungnya.
Selanjutnya yang ketiga adalah pemberian insentif yang harus bersifat investor and market friendly, dengan harus melakukan benchmarking atau penolakukuran terhadap negara-negara lain. Insentif ini akan diberikan melalui kebijakan-kebijakan apa saja yang diberikan negara lain sebagai insentif untuk mendorong pertumbuhan manufaktur di negara masing-masing.
Berikutnya tantangan keempat adalah tekanan dari international trade dan diplomacy. Tantangan tersebut salah satunya seperti yang dialami Indonesia saat ini yaitu terkait nikel yang digugat oleh WTO.
“Kita kalah, tetapi ini tidak membuat program hilirisasi berhenti dan akan terus berlanjut sebagai negara yang berdaulat,” tandas Menperin.
Ke depan, Kementerian Perindustrian akan terus mendorong hilirisasi manufaktur di tiga sektor, yaitu agroindustri, sektor bahan tambang dan mineral, serta sektor berbasis migas dan batubara.