Menuju new normal, momentum berjayanya industri telekomunikasi
Pandemi Covid-19 telah membatasi mobilitas masyarakat seiring adanya imbauan #dirumahsaja. Bagi Zsasya (26), pandemi telah membuat penggunaan internetnya melonjak. Penulis konten di sebuah perusahaan swasta ini juga menjalani kebijakan bekerja dari rumah (WFH) seperti halnya masyarakat lainnya.
“Sekali nulis itu gue bisa searching banyak hal, cari regulasi, terus buka-buka web gitu dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jadi enggak cenderung ke streaming atau social media karena enggak banyak pakai. Sehari dua atau tiga kali gue cek instagram doang, udah,” katanya kepada Alinea.id, Rabu (27/5).
Di masa normal Zsasya kerap memanfaatkan WiFi kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya, namun kini dia terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk mengakses internet selama di rumah. Sebelum pandemi, Zsasya menghabiskan uang sebesar Rp150 ribu/bulan untuk pulsa.
“Sekarang biaya pulsa naiknya bisa 2,5 kali lipat, 250%. Pure (murni) buat internet,” ungkap warga Bekasi, Jawa Barat tersebut.
Tak hanya untuk bekerja, Zsasya juga memakai internet untuk kebutuhan hiburan. Wanita berhijab ini kerap menonton film melalui layanan streaming berbayar Netflix dan video di situs Youtube pada jam malam untuk menghemat kuota internetnya. Selain itu, dia juga rajin mengikuti kelas kursus bahasa Inggris secara daring yang telah difasilitasi oleh kantornya serta melihat barang-barang yang dijual melalui aplikasi e-commerce.
Pos belanja yang membengkak karena pemakaian internet juga dialami Kundalini Shakti (36). Buah hatinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) pun diharuskan belajar dari rumah secara daring. Alhasil, pengeluarannya untuk kuota internet makin membengkak.
Semasa pandemi, ibu dua anak ini lebih memilih beraktivitas di dalam rumah. Berselancar di dunia maya melalui media sosial, membaca berita daring, serta menengok situs online shop menjadi kegiatan pengisi waktu luangnya.
“Jadinya sedikit meningkat sih (pengeluaran pulsa/internet). Kurang lebih 25%,” ungkap warga Jatinegara, Jakarta Timur tersebut melalui sambungan telepon.
Kisah serupa turut dirasakan M. Gandhi Gumelar (24) yang harus berpasrah diri akibat kebijakan larangan mudik. Lelaki asal Majalengka, Jawa Barat ini pun tak bisa bertemu dengan keluarganya saat Lebaran kemarin. Warga Yogyakarta ini memilih tatap muka melalui panggilan video dengan istri, keluarga, dan teman-temannya. Ia mengandalkan aplikasi Whatsapp atau Zoom untuk mengusir rasa rindu.
Untungnya, pos belanja Gandhi tertolong layanan berlangganan yang membuat biaya kuota internet lebih hemat. “Kalau ditanya, nilai pemakaian kuota (internet) memang meningkat, tapi pengeluaran untuk kuota menurun karena aku ada perubahan provider ditambah (berlangganan) kuota keluarga. Otomatis pengeluaranku berkurang untuk beli kuota,” ungkapnya kepada Alinea.id, pada Kamis (28/5).
Kuota internet seakan menjadi kebutuhan pokok bagi Gandhi. Sebagai wirausaha di bidang pertanian, dia kerap menjual produknya secara daring serta mempromosikan produknya melalui media sosial instagram (@homey.micorogreens dan @homey.hortiseed) dan Facebook.
Pemilik Homey Hortiseed dan Homey Microgreens ini termasuk pengusaha yang meraup berkah keuntungan kala pandemi. Penjualan produk seperti paket menanam microgreens, benih sayuran, sayuran microgreens segar, media tanam, dan perlengkapan berkebun lainnya melonjak penjualannya.
“Sekarang banyak bermunculan akun instagram microgreens. Dengan melihat aktivitas yang seperti itu, ibaratnya ini suatu pertanda di waktu yang akan datang microgreens bisa booming,” terang lulusan Institut Pertanian Bogor tersebut.
Menuju kenormalan baru
Pandemi Covid-19 memang mendorong perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia. Imbauan jaga jarak sosial dan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kini menggiring manusia pada suatu kenormalan baru (New normal).
Menurut hasil survei Covid-19 Impact on Indonesian Business and Behaviors yang diterbitkan oleh Kantar Indonesia, sebanyak 86% responden mengaku lebih banyak berada di rumah selama 7-12 April 2020. Perubahan tersebut memicu pemakaian internet yang lebih besar.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melaporkan adanya kenaikan trafik internet sebesar 20% selama Maret-April atau satu bulan pertama pandemi. Pada periode yang sama, Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) juga mencatat kenaikan trafik sebanyak 10-15%.
Fokus bisnis digital
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi sebesar 9,81% selama kuartal I 2020 (year on year). Angka ini tertinggi setelah sektor jasa keuangan dan asuransi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang ‘hanya’ 9,71%.
Pandemi seolah membawa berkah bagi PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Operator telekomunikasi terbesar di Indonesia ini menghasilkan Rp58,24 triliun atau 43% dari seluruh pendapatan induknya, yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) sepanjang 2019.
Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro mengatakan pihaknya mengalami kenaikan trafik sebesar 22,8% selama Ramadan dan Idul Fitri 1441 H yang masih diliputi oleh PSBB di sejumlah daerah.
Selama pandemi, trafik layanan data mengalami peningkatan sebesar 31,7% di 436 point of interest (POI) yang tersebar di sejumlah kawasan pemukiman, rumah sakit rujukan Covid-19, dan area transportasi utama.
“Sebagai leading digital telco company, kami menjadikan saat ini sebagai momentum untuk terus hadir mendampingi masyarakat dan Pemerintah RI agar dapat beradaptasi terhadap gaya hidup baru dalam menjalani keseharian dengan memanfaatkan teknologi berbasis digital,” terangnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/5).
Setyanto menambahkan pihaknya telah meluncurkan layanan voice over Long Term Evolution (VoLTE) berbasis 4G LTE (Long-Term Evolution) yang memungkinkan pemakaian internet tanpa terputus ketika melakukan sambungan telepon dengan kualitas premium.
Pada tahap awal, layanan ini dapat dinikmati oleh 114.000 pelanggan Telkomsel yang berada di Jabodetabek dan Surabaya, kemudian menyusul di kota-kota lain secara bertahap.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat Telkomsel Denny Abidin meyakini seluruh aset yang dimiliki perusahaannya telah siap dalam memanfaatkan akses teknologi digital dan virtual sebagai penunjang operasional kerja hingga masa pasca pandemi nantinya.
Oleh karena itu, pihaknya terus mengembangkan layanan digital yang meliputi Digital Lifestyle, Mobile Financial Services, Digital Advertising, Digital Mobile Banking, dan Internet of Things (IoT).
“Bisnis digital terus menjadi penggerak utama dari pertumbuhan perusahaan, dengan fokus untuk melanjutkan kepemimpinan penyediaan jaringan broadband berbasis infrastruktur 3G maupun 4G, termasuk di tengah pandemi Covid-19,” terangnya kepada Alinea.id, Jumat (29/5).
Ekspansi bisnis tetap menjadi pertimbangan Telkomsel untuk memperkuat infrastruktur jaringan demi menjawab kebutuhan pelanggan, baik business to business (B2B) maupun business to consumer (B2C).
Telkomsel sendiri telah membangun 11.000 BTS (Base Transceiver Station) dan menambah kapasitas gateway internet menjadi 6.100 Gbps selama Januari hingga Ramadan dan Idul Fitri 2020.
Upaya ini tak lepas dari tujuan penguatan kualitas dan kapasitas layanan. Hingga kini, perusahaannya memiliki 219.000 BTS yang 87.000 diantaranya merupakan BTS 4G. Dengan demikian, cakupan jaringan 4G operator plat merah tersebut telah menjangkau lebih dari 95% populasi Indonesia.
“Dengan adanya kenaikan trafik layanan berbasis data dan digital, serta perubahan pola penggunaan layanan oleh pelanggan pada masa tanggap pandemi Covid-19 ini, tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja perseroan, namun saat ini masih terlalu dini untuk memperhitungkan secara keseluruhan,” jelasnya.
Berkah pandemi juga turut dirasakan provider telekomunikasi lainnya. Kepala Komunikasi Eksternal PT XL Axiata Tbk Henry Wijayanto mengklaim adanya peningkatan trafik layanan seluler hingga sekitar 18% selama pandemi dibandingkan dengan kondisi normal. Sementara itu untuk layanan XL Home terjadi peningkatan sebesar 20%.
Henry memaparkan proporsi trafik layanan yang digunakan selama pandemi terdiri dari layanan streaming yang mencapai 66% berupa video, gim, film, dan musik. Kemudian, pesan singkat 16%, media sosial 11,5%, dan lain-lain sekitar 6,5%.
Peningkatan trafik mendorong kenaikan pendapatan perusahaan secara quarter over quarter (qoq) dari Rp6,42 triliun pada kuartal IV 2019 menjadi Rp6,50 triliun pada kuartal I 2020 atau naik 1,25%. Bahkan, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) mengalami kenaikan dari Rp2,61 triliun menjadi Rp3,18 triliun atau naik 22,09% pada periode yang sama atau masa awal Coronavirus terdeteksi di Tanah Air.
“Strategi dan upaya-upaya untuk menghadapi normal baru tentu sudah kami persiapkan, apapun skenario atau kondisinya, dengan fokus utama untuk tetap menjaga dan menjamin kenyamanan masyarakat dan pelanggan dalam menggunakan dan menikmati layanan data yang kami sediakan,” tuturnya melalui pesan singkat, Rabu (27/5).
Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan jaringan infrastruktur untuk memperluas cakupan dan kapasitas layanan, memperbaharui perangkat lama menjadi baru, memperbanyak saluran distribusi daring, serta mematuhi protokol keselamatan dan keamanan dalam mencegah dan mengantisipasi Covid-19.
Henry mengatakan pihaknya kini fokus menjaga agar bisnis perusahaannya tetap bertahan di tengah ketidakpastian kinerja perusahaan di sepanjang 2020 akibat adanya wabah virus korona baru.
“Di tahun 2020 ini, Kondisi ekonomi global dan industri telekomunikasi menghadapi tantangan dan situasi yang semakin berat karena merebaknya Pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat menurun, kegiatan bisnis di berbagai sektor mengalami kelesuan, dan beban biaya operasional juga tetap berjalan. Oleh karena itu, kami tentu harus realistis,” katanya.
Jadi kebutuhan pokok
Peneliti Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda melihat pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi gaya bekerja dan gaya hidup, sehingga lebih banyak mengandalkan layanan digital.
Dia memprediksi akan banyak kantor yang lebih banyak beroperasi dari rumah. Hal ini mendorong berkurangnya penggunaan listrik, air, dan bahan bakar, sehingga kegiatan ekonomi lebih efisien.
“Saya malah berpikiran kebutuhan data dan pulsa akan menjadi kebutuhan primer seperti beras dan akan menggeser BBM (bahan bakar minyak) sebagai kebutuhan primer. Saat ini kebutuhan BBM berkurang karena orang jarang aktivitas di luar, namun kebutuhan data dan pulsa meningkat,” terangnya kepada Alinea.id, Kamis (28/5).
Menurutnya, permintaan terhadap jasa industri telekomunikasi akan meningkat yang memicu terjadinya kenaikan harga. Imbasnya, persaingan harga menjadi tidak relevan dan harus mengandalkan persaingan non-harga seperti kualitas layanan.
“Indonesia masih menghadapi kesenjangan digital dimana dalam peringkat The Inclusive Internet Index, peringkat Indonesia berada di angka 57 dari 100 negara. Peringkat Indonesia berada di bawah Thailand, China, Malaysia, India,” katanya.
Nailul menyarankan pemerintah melakukan inovasi dengan memberikan skema bantuan pulsa dan paket data telekomunikasi maupun membuka keran bagi perusahaan asing untuk bersaing dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Menurutnya, kontrol Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) sudah memadai dalam menjaga iklim persaingan bisnis telekomunikasi.
“Ke depan nampaknya bisa tumbuh dua digit. Namun jangan sampai hanya menguntungkan salah satu pihak. Kesejahteraan konsumen juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemerataan menjadi kata kunci,” ungkapnya.
Menjanjikan dalam jangka panjang
Sementara itu, Kepala Riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi melihat kebijakan PSBB, imbauan tetap di rumah, dan pelarangan mudik selama pandemi menjadi sentimen yang positif bagi berbagai emiten telekomunikasi. Hal ini terlihat dari peningkatan trafik sejumlah emiten seperti Telkom (TLKM), XL Axiata (EXCL), dan PT Indosat Tbk (ISAT).
“Enggak cuma ketiga itu, juga ada TOWR (PT Sarana Menara Nusantara Tbk) dan TBIG (PT Tower Bersama Infrastructure) yang juga menyewakan banyak fasilitas pancar (BTS) ya,” ungkapnya melalui sambungan telepon, Jumat (29/5).
Lanjar menduga trafik sedikit menurun dalam kondisi kenormalan baru lantaran orang-orang mulai keluar rumah. Namun, pemakaian data dan jumlah pengguna di Indonesia dapat melonjak apabila jaringan 5G terealisasi. Dia melihat TLKM dan EXCL sudah mulai mempersiapkan langkah pengembangan jaringan 5G.
“Dari harga sahamnya sendiri seperti TLKM, EXCL, ISAT sudah telihat jelas mengalami penguatan sejak bulan maret selama ketatnya PSBB dan WFH di Indonesia. New normal ini akan menjadi alasan profit taking sebenarnya,” katanya.
Meskipun demikian, saham-saham emiten telekomunikasi masih berpeluang tumbuh hingga kuartal III dan IV 2020.
Senada dengan Lanjar, Analis Bina Artha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai sentimen pandemi berdampak positif pada kinerja perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa layanan digital.
Dia melihat adanya tren peningkatan omzet emiten-emiten subsektor telekomunikasi menandakan tata kelola perusahaan yang semakin baik dan berjalannya efisiensi. Hal ini memungkinkan ekspansi bisnis untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas layanan kepada konsumen, misalnya saja membangun atau menyewa lebih banyak BTS.
“Saya pikir dari sisi industri telekomunikasi selama bisa mengembangkan produk teknologi terkini bisa maju, tentu nanti akan memberi sentimen positif bagi emiten terbaru,” katanya kepada Alinea.id, Jumat (29/5).
Meskipun dia melihat emiten TLKM, EXCL, dan ISAT sudah memasuki fase konsolidasi, dia masih menyarankan pembelian ketiga emiten tersebut lantaran investasi pembangunan jaringan infrastruktur yang senantiasa dilakukan.
“Tiap tahun perangkat handphone masih menyediakan fitur teknologi yang sangat berkembang. Maka industri telekomunikasi harus bersiap meningkatkan kapasitas layanan. Telkom sedang uji coba 5G. Ini memang bisa diikuti emiten lainnya. Kalau tidak, pasar melihat sendiri karena mereka (konsumen) membutuhkan akses yang cepat,” jelasnya.