Kritik keras mimpi swasembada dan program-program gratisan Prabowo-Gibran
Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sudah menyampaikan visi-misi program ekonominya. Swasembada pangan dan energi menjadi misi besar bagi pasangan yang diprediksi bakal meneruskan program petahana ini.
Selain fokus pada telekomunikasi dan keamanan siber, pasangan Prabowo-Gibran juga akan memperluas pembiayaan UMKM lewat holding pembiayaan ultra mikor (PNM Mekar). Mereka juga akan melanjutkan program hilirisasi serta industrialisasi di wilayah timur, dan lain-lain. Namun, program yang juga sering digadang-gadang pasangan ini adalah memberi makan siang dan susu gratis di setiap sekolah dan pesantren, pemeriksaan kesehatan gratis, menambah dan melanjutkan kartu-kartu kesejahteraan hingga menaikkan gaji ASN, TNI/Polri dan pejabat negara.
Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dradjad Wibowo mengatakan goals pasangan ini adalah swasembada di bidang pangan dan energi. Jika terpilih, Capres Prabowo akan mengurangi impor pangan demi memperkuat perekonomian makro.
“Pak Prabowo kan ditanya bagaimana untuk memperkuat Rupiah, ya salah satunya adalah dengan swasembada pangan. Dan kalau masyarakat awam pasti berpikir swasembada pangan dengan hubungannya apa ya? Karena dengan swasembada pangan otomatis capital outflow-nya itu akan berkurang, otomatis Rupiah akan bisa lebih stabil dan lebih kuat gitu ya,” bebernya.
Begitu juga dengan sektor energi di mana Indonesia selama ini juga sebagai importir Bahan Bakar Minyak (BBM). Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno menambahkan impor pangan dan energi yang besar tersebut sangat membahayakan bagi kemandirian dan kedaulatan bangsa. “Saat ini saja yang gampang saja dengan naiknya harga minyak di pasaran dunia, APBN kita terancam sekali. Sekarang sudah US$90 per barel lebih, kalau naik US$95 tentu itu akan sangat mengguncang APBN kita,” tandasnya.
Untuk mengurangi impor BBM tersebut, Eddy mengatakan lifting produksi minyak mentah dan gas Indonesia juga harus meningkat. Lalu, yang lebih penting, Indonesia perlu beralih ke energi terbarukan yang lebih kredibel. Menurutnya, energi terbarukan yang berkelanjutan ini salah satu karakteristiknya adalah imbal hasil investasi yang termasuk lama. Dia membandingkan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bisa ‘balik modal’ dalam waktu 2 tahun, maka pembangkit energi terbarukan bisa memakan lima sampai enam tahun.
“Sehingga membutuhkan insentif, dan disini diberikan insentif kepada investornya, baik itu insentif dari segi fiskalnya, insentif untuk akuisisi lahannya, termasuk juga insentif untuk yang paling penting tarif, termasuk juga untuk jangka waktu ini kalau di pembangkit listrik,” bebernya.
Harus dievaluasi
Sementara itu, Pendiri dan Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah, mengatakan ada kekurangan maupun kelebihan bagi capres-cawapres yang diduga kuat meneruskan program-program petahana ini. Menurutnya, melanjutkan program ekonomi pemerintahan saat ini akan jadi kelemahan jika tanpa adanya evaluasi.
“Kita mengapresiasi program-programnya Pak Jokowi. Tapi kita juga harus mengakui bahwasannya program Pak Jokowi itu tidak mampu membuat kita mengalami lompatan pertumbuhan ekonomi. Di masanya Pak Jokowi, di periode pertama pertumbuhan ekonomi kita hanya kisaran 5%, di periode kedua karena pandemi pertumbuhan ekonomi kita dibawah 5%,” bebernya kepada Alinea.id, Selasa (21/11).
Padahal untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah sekaligus bisa memanfaatkan bonus demografi, Piter menyebut ekonomi Indonesia perlu tumbuh hingga di atas 7%. Dia pun menilai evaluasi program Jokowi yang tidak berhasil tidak hanya di sektor pangan saja tetapi juga semua sektor infrastruktur.
“”Itu harus ada evaluasi,” tegasnya.
Dia menekankan salah satu koreksi total terhadap program-program Jokowi terutama di bidang ketahanan pangan seperti Food Estate. “Program ketahanan pangan yang justru dipegang oleh Pak Prabowo ya itu kan gagal total. Coba tunjukkan satu saja keberhasilannya dari program ketahanan pangannya Pak Jokowi yang dipegang oleh Pak Prabowo. Bahkan disinyalir itu harus dievaluasi, bahkan ada kemungkinan penyelewengan-penyelewengan, apa ini yang mau dilanjutkan?,” tandasnya.
Bahkan dia menilai, program ekonomi ketahanan politik yang digadang-gadang Prabowo hanya sebatas gincu politik demi mendapatkan simpati pendukung Jokowi. Piter menekankan, meski pemerintahan Jokowi patut diapresiasi namun pihaknya tetap realistis bahwa banyak program yang gagal. “Banyak yang harus dikoreksi,” tambahnya.
Piter pun menilai jika program-program Prabowo ketika terpilih sebagai Presiden hanya melanjutkan dari era Jokowi maka itu menjadi kelemahan baginya. Dia pun menilai program makan siang gratis untuk siswa sekolah, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lain-lain yang hanya menghabiskan anggaran tidak bisa disebut sebagai program.
“Program-program itu harusnya membangun. Kalau cuma sekadar bagi-bagi uang atau makanan apa programnya? Itu merusak mental kita, masyarakat Indonesia itu jangan dibangun mental mental gratis seperti itu, mana pembangunan mentalnya? Di mana character building-nya? Tidak ada,” tegasnya.
Kemudian, dari sisi anggaran pun harus melihat kapasitas APBN. Pasalnnya, jika terlalu banyak program gratis maka akan membebani APBN. Bahkan dia melihat meski cost-nya sudah jelas namun benefit bagi masyarakat tidak jelas.