Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebut Provinsi Lampung mengalami defisit daya listrik sebesar 189 Mega Watt (MW). Penyebabnya, karena tiga pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) mengalami kekurangan pasokan gas.
“Saat ini, PLN UID Lampung mengalami kekurangan pasokan gas akibat pemeliharaan di sisi hulu pada PLTMG yang digunakan di Lampung,” kata Pelaksana Tugas Manager Komunikasi PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Lampung, Junarwin, melalui keterangan tertulis yang diterima pada Senin, (25/2).
Junarwin mengatakan, ketiga pembangkit gas tersebut antara lain PLTMG Sutami, PLTMG New Tarahan dan PLTMG Mobile Power Plan Tarahan. Ketiga pembangkit listrik tersebut selama ini menggunakan gas sebagai energi primer.
Namun demikian, kata dia, saat ini kondisi ketiga PLTMG tersebut mengalami kendala untuk melakukan kegiatan operasional. Adapun minimnya pasokan untuk ketiga pembangkit listrik tersebut karena pemeliharaan di sisi hulu dan PLTA Besai juga masih dalam pemulihan.
"Kondisi yang demikian menyebabkan pasokan listrik Lampung saat ini mengalami defisit daya sebesar 189 MW," ujarnya.
Akibat defisit tersebut, Junarwin mengatakan, PLN UID Lampung melakukan pengurangan beban untuk menghindari tidak terjadinya pemadaman yang meluas akibat defisit daya tersebut.
Untuk menanggulangi persoalan tersebut, kata Junarwin, pihaknya telah melakukan percepatan penormalan pasokan gas ke ketiga PLTMG tersebut. Juga mengoptimalkan pembangkit-pembangkit lainnya untuk mendukung pasokan daya listrik di Provinsi Lampung.
"Atas ketidaknyamanan ini manajemen PLN UID Lampung memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pelanggan," ujarnya.
Sementara itu, dilansir dari its.ac.id, upaya menanggulangi defisit listrik, tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November yakni Teuku Rizki Firdausi, Mazaya Yumna, dan Amira Layyina mencoba melakukan terobosan. Mereka menciptakan ide untuk merencanakan penerangan untuk sebuah Pulau Sumatra dengan energi terbarukan.
Adapun pilihan timnya yakni Pulau Sumatra, dikatakan Yumna, karena pasokan listrik di pulau tersebut mengalami defisit sebesar 9%. Kondisi ini tidak seharusnya terjadi, karena Pulau Sumatra merupakan salah satu pulau yang berpotensi mendukung pembangunan Indonesia.
“Ada ketimpangan rasio elektrifikasi di sana, sehingga sering mengalami pemadaman secara bergilirian,” kata mahasiswa yang biasa disapa Yumna ini.
Adapun program yang diciptakannya yakni bernama ISO, yaitu Islands of Renewable Energy. Rancangan ini rencananya menggunakan tiga sumber energi alternatif yaitu angin, surya dan ombak. “Sebenarnya ISO merupakan penggabungan gagasan antara pulau apung, pembangkit listrik tenaga alam dengan sistem Smart Grid dan Internet of Thing (IoT),” ucap mahasiswi angkatan 2017 tersebut.
Menurut Yumna, nantinya akan dibangun sebuah pulau di Selat Malaka sebagai pendukung dari ISO. Hal itu dikarenakan Selat Malaka mempunyai potensi energi terbarukan yang besar. Sementara untuk distribusi listriknya sudah tidak lagi secara sentralisasi, melainkan dengan Smart Grid dan IoT.
“Ini akan mempermudah dalam distribusi listrik secara terintegrasi di Sumatra,” ujar Yumna.
Lebih lanjut, Yumna memaparkan, untuk sistem transmisi internal dan monitoring berbasis Smart Grid dan IoT akan ditempatkan di pulau pusat Islands of Renewable Energi (ISO). Sedangkan sistem transmisi dan distribusi eksternal ditempatkan di seluruh Pulau Sumatra, berupa gardu listrik dan pusat kendali.
Yumna juga membeberkan bahwa daya listrik yang dihasilkan oleh Islands of Renewable Energy (ISO) melebihi daya yang dihasilkan oleh tiga pembangkit listrik di Aceh yaitu PLTU Nagan Raya, PLTMG Arun, dan PLTD Lueng Bata. “Pasokan listrik akan mengalami surplus, sehingga mampu didistribusikan ke daerah lainnya,” terang mahasiswa Teknik Biomedik tersebut.