close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Karyawan melintas di depan lemari pendingin minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2/2020). Foto Antara/Nova Wahyudi.
icon caption
Karyawan melintas di depan lemari pendingin minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2/2020). Foto Antara/Nova Wahyudi.
Bisnis
Minggu, 01 Maret 2020 21:34

Minuman ringan kena cukai, produsen berpotensi naikkan harga 17%

Kementerian Keuangan mengusulkan produk minuman berpemanis untuk dikenakan cukai sebesar Rp1.500/liter.
swipe

Pemerintah berencana mengenakan pajak untuk berbagai minuman yang mengandung pemanis. Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menekan konsumsi gula nasional untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus menambah pendapatan negara.

Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin mengatakan dengan pengenaan cukai ini, sejumlah emiten yang memproduksi minuman berpemanis bakal menaikkan harga agar tetap bisa menjaga profitabilitas, yang akan berdampak pada tingkat penjualan. Giovanni pun memperkirakan akan ada kenaikan harga yang beragam mulai dari 2% hingga 17% untuk berbagai merk minuman.

"Tarif cukai ini bakal dibebankan langsung kepada konsumen karena emiten akan mengalami kesulitan dalam menjaga margin bila menahan atau menunda kenaikan harga," kata Giovanni dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/3).

Sementara, kata Giovanni, bagi emiten yang sedikit memproduksi minuman berpemanis dan yang memproduksi minuman berpemanis dengan target pasar masyarakat kelas menengah-atas, akan terkena dampak yang lebih terbatas dibanding produsen yang menyasar kelas menengah-bawah.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan mengusulkan produk minuman berpemanis untuk dikenakan cukai sebesar Rp1.500/liter untuk teh kemasan. Giovanni mengatakan produksi teh kemasan bisa mencapai 2,191 juta liter setiap tahun, dengan potensi penerimaannya mencapai Rp2,7 triliun.

Sedangkan produk minuman berkarbonasi akan dikenakan cukai sebesar Rp2.500/liter. Tercatat, produksi minuman berkarbonasi ini mencapai 747 juta liter per tahun, dengan potensi penerimaan negara mencapai Rp1,7 triliun.

Usulan selanjutnya, adalah tarif cukai untuk produk minuman berpemanis lainnya seperti energy drink, kopi, konsentrat dan lainnya sebesar Rp2.500/liter. Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp1,85 triliun. Sehingga total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp6,25 triliun atau sekitar 3,5% dari target penerimaan negara sepanjang 2020.

Giovanni menyebut beberapa emiten seperti PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) bisa terkena dampak dari pengenaan cukai tersebut.

Giovanni memperkirakan ICBP akan menaikkan harga 10%-17% untuk berbagai jenis minuman yang terkena cukai, MYOR akan menaikkan harga sekitar 4%-6%, sedangkan UNVR bakal menaikkan harga mulai dari 2%-9%.

Bahana Sekuritas pun memperkirakan dampak pengenaan cukai ini terhadap UNVR akan lebih terbatas dibanding dua emiten lainnya. Sebab, berbagai produk minuman UNVR lebih banyak menyasar konsumen kelas menengah-atas yang lebih mampu menyerap kenaikan harga, dibandingkan dua emiten lainnya yang lebih banyak menyasar kelas menengah-bawah, yang tentunya akan lebih sulit menyesuaikan daya beli terhadap kenaikan harga.

"UNVR juga diuntungkan karena saat ini masyarakat semakin banyak melakukan migrasi dengan menggunakan produk-produk premium, yang sedang menjadi fokus dari Unilever," ujar Giovanni.

Giovanni pun merekomendasikan beli saham UNVR dengan target harga Rp10.150 per saham. Bahana memperkirakan pendapatan UNVR akan mencapai Rp44,976 triliun pada akhir 2020, dengan laba bersih diperkirakan sebesar Rp7,907 triliun sepanjang 2020.
 

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan