close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti, memastikan 70% mobilitas penerbangan dan pergerakan logistik di Papua tidak berjalan normal. Alinea.id/Immanuel Christian
icon caption
Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti, memastikan 70% mobilitas penerbangan dan pergerakan logistik di Papua tidak berjalan normal. Alinea.id/Immanuel Christian
Bisnis
Rabu, 01 Maret 2023 12:23

Mobilitas logistik di Papua terganggu imbas penyanderaan pilot Susi Air

Susi Air melayani rute-rute perintis yang tidak dilayani pesawat komersial umumnya, termasuk di Papua.
swipe

PT ASI Pudjiastuti Aviation, penyedia layanan angkutan udara Susi Air, memastikan 70% mobilitas penerbangan dan pergerakan logistik di Papua tidak berjalan normal. Pangkalnya, menghentikan sementara layanannya di “Bumi Cenderawasih”.

Pendiri Susi Air, Susi Pudjiastuti, menerangkan, maskapainya melakukan 60-100 penerbangan per hari. Pada 2012, mengantongi kontrak rute perintis dari negara, di mana 60% dari total biaya ditanggung pemerintah alias disubsidi.

“[Sebanyak] 70% dari penerbangan porter kita akhirnya jadi berhenti sekarang. Kalau porter terbang 1 hari sampai 40 flight. Jadi, sudah lebih dari 25 flight berhenti,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (1/3). 

Susi Air adalah salah satu maskapai perintis, yang menjangkau wilayah pegunungan dan tidak dilayani pesawat komersial pada umumnya, termasuk Papua. Layanan di Papua disetop menyusul salah seorang pilotnya, Kapten Philips Marc Marthein, disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023.

Susi menyampaikan permintaan maafnya atas hal ini kepada masyarakat Papua, pemerintah daerah, dan seluruh komunitas di Papua. Sebab, kemungkinannya mustahil untuk melakukan penerbangan di wilayah pegunungan.

Apalagi, sambung mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini, penyanderaan Kapten Philips Marc Marthein akan memicu gelombang pengunduran diri awak Susi Air jika pilot berkebangsaan Selandia Baru itu tidak jua dibebaskan.

Karenanya, Susi meminta semua pihak, termasuk KKB, sadar pentingnya kebebasan untuk melakukan mobilitas demi memenuhi kebutuhan pokok dan akses. “Transportasi itu adalah hak-hak kemanusian yang tidak bisa dihilangkan begitu saja.”

Lebih jauh, Susi mengakui perusahaannya buntung akibat penghentian layanan imbas penyanderaan Kapten Marthein. Namun, kerugian lebih dirasakan masyarakat Papua secara luas.

Dirinya menceritakan, warga Papua bisa mendistribusikan logistiknya dengan pesawat karena lebih cepat daripada berjalan kaki. Setelah Susi Air menghentikan layanan, mereka terpaksa kembali menyusuri hutan dan memakan waktu lebih lama.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan