Mandiri Sekuritas mencatat pasar obligasi masih memberikan kinerja yang baik sepanjang tahun. Hal ini terlihat dengan meningkatnya performa indeks obligasi 14,5% sejak awal tahun hingga pertengahan Desember (year to date/ytd).
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan, kinerja tersebut melampaui saham dan deposito.
Menurutnya, meskipun sudah reli selama tiga tahun berturut-turut dan yield obligasi yang ditawarkan semakin rendah, namun investasi pasar obligasi di tahun 2021 kemungkinan masih akan memberikan hasil yang positif.
"Penurunan yield masih bisa berlanjut, sehingga investor akan mendapatkan potensi capital gain tahun depan,” ujar Handy dalam keterangan resminya, Selasa (29/12).
Berbeda dengan kondisi tiga tahun sebelumnya, menurut Handy, pasar obligasi di Indonesia saat ini lebih stabil karena didominasi oleh investor lokal. Khususnya, investor perbankan melakukan investasi hingga Rp50 triliun setiap bulannya, sejak April 2020. Tren ini didorong oleh likuiditas perbankan yang melimpah akibat permintaan kredit yang turun.
Handy menyebut, komposisi investor asing di pasar obligasi saat ini hanya sekitar 26% dari sebelumnya yang sekitar 40% dari total kepemilikan obligasi. Gambaran ini, tutur dia, memberikan prospek yang positif karena tingkat ketergantungan pasar obligasi di Indonesia terhadap asing menurun.
"Adapun dalam tiga bulan terakhir, reli di pasar obligasi juga didorong oleh aliran investasi asing yang mulai masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia. Hal ini seiring dengan membaiknya sentimen global sebagai dampak dari perkembangan positif vaksin dan kebijakan akomodatif dari bank sentral,” kata Handy.
Moncernya pasar obligasi juga didorong oleh meningkatnya partisipasi investor retail. Hingga November 2020, nilai investasi investor retail mencapai Rp65 triliun atau naik hampir delapan kali dibandingkan tahun 2019, sebesar Rp8 triliun.
“Tahun depan, pasar obligasi diperkirakan akan tetap memberikan imbal hasil yang positif," ucapnya.
Estimasi tersebut dapat dilihat dari tiga indikator utama. Yaitu, nilai wajar yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun diprediksi akan berkisar di angka 5,75%, didorong oleh kebijakan The Fed yang bakal menahan suku bunga hingga 2023.
Lalu, likuiditas yang masih sangat besar, baik dari global maupun domestik. Hal tersebut didukung oleh pasar obligasi Indonesia yang atraktif, dengan nilai real yield kedua terbesar di bawah Afrika Selatan.
"Terakhir, dari sisi supply and demand, kami melihat masih manageable seiring dengan likuiditas yang melimpah, serta adanya partisipasi Bank Indonesia di pasar perdana melalui skema SKB1,” tutur Handy.