Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service (Moody's) dan Fitch Ratings (Fitch) menurunkan peringkat utang PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) beserta senior notes berjumlah US$300 juta yang akan jatuh tempo pada 2024.
Moody's menurunkan peringkat senior notes tersebut menjadi B2 dari B1. Semua peringkat yang semula negatif, diubah menjadi dalam pengawasan.
Sementara Fitch menurunkan peringkat utang APLN ke CCC- atau junk dari B-. Semua peringkat yang ditempatkan pada 15 Mei 2019 dihapus dari Rating Watch Negatif (RWN).
Sekretaris perusahaan APLN Justini Omas dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/7) mengatakan penurunan peringkat tersebut karena pemeringkat mengasumsikan meningkatnya risiko pembiayaan kembali (refinancing) dan likuiditas APLN.
Risiko refinancing tersebut terjadi karena adanya keterlambatan penerbitan fasilitas pinjaman tahap kedua hingga Rp2,6 triliun pada 24 Mei 2019.
Pinjaman tersebut semula akan digunakan APLN untuk membayar semua pinjaman yang belum dibayar sejumlah Rp1,178 triliun pada Juni 2019.
Justini pun mengatakan keterlambatan pencairan fasilitas pinjaman tahap kedua ini terjadi di luar kendali APLN.
"Kami diinformasikan oleh pemberi pinjaman perjanjian fasilitas kedua jika pinjaman tersebut akan tersedia untuk melunasi seluruh pinjaman Fasilitas satu yang jatuh tempo pada Juni 2019. Tetapi sayangnya para pemberi sindikasi tidak dapat mencairkan jumlah fasilitas pinjaman tahap kedua tersebut tepat waktu," kata Justini di keterbukaan informasi BEI, Senin (22/7).
Tak berhenti di situ, APLN juga memiliki pinjaman yang belum dibayar berupa obligasi senilai Rp451 miliar yang akan jatuh tempo pada Desember 2019 dan obligasi senilai Rp99 miliar yang jatuh tempo pada Maret 2020.
Manajemen APLN, kata Justini, tengah mengupayakan beberapa hal untuk melunasi utang-utang tersebut. Untuk mengatasi keterlambatan pembayaran kembali pinjaman Perjanjian Fasilitas I, lanjut Justini, manajemen telah meminta dan berhasil mendapat persetujuan tertulis dari semua pemberi pinjaman untuk memperpanjang tanggal pembayaran kembali pinjaman perjanjian fasilitas I hingga 30 September 2019.
"Kami saat ini juga bekerja bersama pemegang saham untuk mendapatkan suntikan atau uang muka dari pemegang saham," ujar Justini.
Justini juga mengatakan saat ini APLN tengah bekerja sama dengan para pemberi pinjaman sindikasi perjanjian fasilitas kedua untuk penggalangan dana lainnya.
Terakhir, kata Justini, perusahaan juga tengah mengerjakan salah satu properti komersialnya yang diharapkan dapat terrealisasi pada paruh kedua tajun 2019.
"Nantinya, sebagian dana hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk menurangi total utang APLN," kata Justini.
Obligasi APLN senilai Rp550 miliar dijamin oleh Central Park Mall yang nilai valuasinya Rp6,3 triliun pada akhir 2018. Manajemen APLN yakin Central Park Mall masih memiliki ruang yang cukup sebagai jaminan untuk pembiayaan jangka pendek jika diperlukan.
Justini pun melanjutkan saat ini APLN masih berupaya mengembangkan Pluit City. APLN masih bekerja sama dengan pemerintah untuk menemukan solusi dalam pengembangan Pluit City.
"Kami berharap dapat melanjutkan pengembangan yang telah terhenti sejak Mei 2016 dalam waktu dekat," tutur Justini.
Pada perdagangan Senin (22/7), saham APLN ditutup terkoreksi 0,94% sebesar 2 poin ke level Rp210 per lembar. Kapitalisasi pasar saham APLN mencapai Rp4,06 triliun dengan imbal hasil 30,43% dalam setahun terakhir.