Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI akan menetapkan kebijakan larangan penjualan minyak goreng curah mulai 1 Januari tahun depan. Ini berarti, hanya minyak goreng kemasan yang diizinkan beredar di pasaran.
Seperti yang diketahui sebelumnya, wacana terkait larangan minyak goreng curah ini sudah lama dicanangkan, yaitu lebih dari lima tahun lalu. Namun, realisasinya berkali-kali tertunda karena berbagai hal.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menjelaskan, bahwa kebijakan ditetapkan didorong oleh harga minyak goreng curah sangat mudah terdampak saat terjadinya kenaikan harga minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
"Oleh karena itu, pemerintah mengantisipasi dengan mewajibkan peredaran minyak goreng kemasan. Mulai 1 Januari 2022, minyak goreng yang diedarkan dalam keadaan curah tidak akan diizinkan lagi," ujarnya dalam webinar INDEF, Rabu (24/11).
Menurut Oke, harga dari minyak goreng kemasan relatif terkendali. Hal tersebut dikarenakan minyak goreng kemasan bisa diproduksi terlebih dahulu dan disimpan dalam jangka panjang dan meskipun akan ada kenaikan harga CPO, dampaknya tidak akan langsung terasa ke konsumen.
"Sepengetahuan saya, tinggal 2 negara yang masih mengedarkan minyak goreng curah, yaitu Bangladesh dan Indonesia," katanya.
Maka dari itu, pemerintah menyediakan 628 ribu ton minyak goreng dalam negeri yang cukup untuk memasok dalam 1,5 bulan kebutuhan. Ketersediaannya akan dipastikan guna menjamin kebutuhan dari masyarakat.
Saat ini peraturannya merujuk kepada Permendag Nomor 36/2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Berdasarkan pada Permendag tersebut, Produsen, Pengemas, dan/atau Pelaku Usaha yang memperdagangkan Minyak Goreng Sawit kepada Konsumen wajib memperdagangkan Minyak Goreng Sawit dengan menggunakan Kemasan. Adapun Kemasan Minyak Goreng Sawit tersebut berukuran paling besar 25 kg dalam berbagai bentuk dengan harga jual atas Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana di tingkat konsumen akan ditetapkan oleh Menteri.