Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah mengumumkan penghentian ekspor bijih bauksit yang mulai berlaku pada Juni 2023 mendatang guna meningkatkan pengolahan pemurnian di dalam negeri, sehingga nilai tambah bauksit akan terus naik. Menurut Jokowi, pelarangan ini akan meningkatkan pendapatan negara dari Rp21 triliun menjadi Rp62 triliun.
"Mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit. Selain itu akan terus mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri," tutur Presiden dalam konferensi pers di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (21/12).
Selain meningkatkan nilai tambah, Jokowi beberapa waktu lalu juga bilang upaya hilirisasi terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 2023 melalui investasi. Cara ini juga diyakini bisa menambah lapangan kerja.
“Peningkatan investasi ini harus, tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena ini sangat mempengaruhi growth kita sehingga yang namanya hilirisasi industri itu konsisten terus akan kita lakukan,” tandas Jokowi
Ekspor bauksit Indonesia diketahui telah diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 17 Tahun 2020 yang di dalamnya mengatur penjualan bauksit pencucian dengan kadar di atas 42% ke luar negeri paling lama hingga 10 Juni 2023.
Hingga saat ini, negara produsen bauksit terbesar di dunia adalah Australia dengan capaian produksi hingga 110 juta ton di tahun 2021. Kemudian disusul Tiongkok dengan jumlah produksi mencapai 86 juta ton. Sedangkan Indonesia merupakan penghasil bauksit terbesar keenam di dunia yang pada tahun 2021 berhasil memproduksi 18 juta ton bauksit.
Total bauksit di dunia sebanyak 85% digunakan untuk memproduksi aluminium. Sedangkan aluminium ini selanjutnya digunakan untuk berbagai hal seperti lembaran pengemasan hingga bahan penting untuk kendaraan bermotor.
Pelarangan ekspor komoditas tambang sebelumnya juga telah dilakukan oleh pemerintah yaitu ekspor bahan mentah nikel dilarang sejak Januari 2020. Hasilnya, penerimaan negara menjadi meningkat yang semula dari ekspor nikel hanya Rp17 triliun di tahun 2014, meningkat jadi Rp326 triliun atau naik 19 kali lipat.