Dalam Sidang Paripurna DPR pada Jumat (19/5), pemerintah menyampaikan asumsi makro RAPBN 2024 dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar diusulkan sebesar Rp14.700-15.300 dan harga minyak mentah (crude) menjadi sebesar US$75-85 per barel.
Angka-angka asumsi tersebut sudah jauh di bawah kondisi saat harga BBM bersubsidi dinaikkan (September 2022), yakni nilai tukar rupiah sebesar Rp15.500 per dolar AS sedang harga minyak mentah dunia lebih dari US$110 per barel.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai, dengan penurunan nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah tersebut, artinya beban anggaran untuk subsidi BBM di 2024 ini akan berkurang.
Karenanya, Mulyanto meminta pemerintah tetap mengalokasikan selisih anggaran tersebut untuk subsidi BBM. Sehingga harga BBM bersubsidi dapat diturunkan baik untuk Solar maupun Pertalite.
“Sudah selayaknya harga BBM bersubsidi turun sekarang,” tandas Mulyanto.
Selain itu, pemerintah diminta segera menerapkan pembatasan distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Mobil mewah sudah sepantasnya tidak menggunakan BBM bersubsidi.
"Jangan selisih anggaran dari penurunan harga minyak dunia di atas digunakan untuk mensubsidi mobil listrik. Kami menolak subsidi untuk membeli barang mewah untuk orang kaya, apalagi untuk kendaraan perorangan milik pribadi, bukan transportasi publik,” tambahnya.
Mulyanto menegaskan, hakikat subsidi adalah diberikan untuk mereka yang kurang mampu dalam rangka meningkatkan daya beli mereka. Bukan kepada orang kaya yang sudah tinggi daya belinya.
"Saat ini masyarakat membutuhkan bantuan untuk dapat bangkit memperbaiki kondisi ekonominya. Terutama bagi masyarakat yang sehari-harinya bekerja di sektor informal yang membutuhkan bantuan subsidi dari pemerintah," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mewakili pemerintah, menyampaikan Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Rancangan APBN Tahun Anggaran 2024 di Rapat Paripurna DPR pada Jumat (19/05). KEM PPKF yang disampaikannya ini mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi berkelanjutan adanya ekspansi ekonomi nasional tahun depan.
Indikator ekonomi makro yang akan digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2024 yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3% hingga 5,7%, inflasi 1,5% hingga 3,5%, nilai tukar rupiah Rp14.700 hingga Rp15.300 per US$, tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 6,49% hingga 6,91%, harga minyak mentah Indonesia USD75 hingga US$85 per barel, lifting minyak bumi 597.000 hingga 652.000 barel per hari, dan lifting gas 999.000 hingga 1,054 juta barel setara minyak per hari.
Lebih lanjut Menkeu menyampaikan, di sisi APBN dengan melihat kinerja pertumbuhan ekonomi saat ini yang semakin kuat yang didorong oleh keberhasilan transformasi ekonomi, pendapatan negara diperkirakan mencapai antara 11,81% hingga 12,38% dari PDB. Sementara belanja negara mencapai rentang antara 13,97% hingga 15,01% dari PDB, dan keseimbangan primer diupayakan bergerak menuju positif pada kisaran defisit 0,43% hingga surplus 0,003% dari PDB.
Di samping itu, untuk mendukung kebijakan APBN 2024 tetap ekspansif, terarah, dan terukur untuk mendukung transformasi ekonomi, defisit direncanakan pada kisaran 2,16% hingga 2,64% dari PDB. Upaya untuk mendorong pembiayaan yang hati-hati, kreatif, inovatif, dan berkesinambungan terus dilakukan dengan mengendalikan rasio utang dalam batas yang tetap pruden di kisaran 38,07% hingga 38,97% dari PDB.
Dengan efektivitas kebijakan fiskal tahun 2024 dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, tingkat pengangguran terbuka diturunkan pada tingkat antara 5,0% hingga 5,7%, angka kemiskinan terus ditekan pada rentang 6,5% hingga 7,5%, gini ratio diperkirakan terus membaik dengan rentang 0,374 hingga 0,377, dan indeks pembangunan manusia tahun 2024 ditargetkan pada rentang 73,99 hingga 74,02. Nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan juga terus ditingkatkan pada rentang 105 hingga 108 dan 107 hingga 110.
“Demikianlah pengantar dan keterangan pemerintah atas KEM PPKF tahun 2024 yang disusun dengan mempertimbangkan perkembangan dan tantangan serta dinamika ekonomi global dan domestik. Tantangan dan resiko yang harus tetap kita hadapi, dan di satu sisi sasaran pembangunan yang harus terus kita ikhtiar untuk dicapai,” ungkap Menkeu.