Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, menolak wacana penghapusan BPH Migas yang disampaikan dalam pembahasan RUU Migas.
Menurut Mulyanto keberadaan BPH Migas masih diperlukan untuk mengawasi distribusi BBM di seluruh Indonesia. Bahkan bila perlu dibentuk kantor perwakilan BPH Migas di daerah-daerah besar untuk mengoptimalkan fungsi pengawasannya.
"Saya tidak sepakat dengan usulan pembubaran BPH Migas tersebut. Di tengah isu penyimpangan distribusi BBM dan gas LPG bersubsidi akhir-akhir ini, peran BPH Migas justru semakin penting.
Malah saya usul distribusi gas melon tiga kilogram juga diserahkan amanat pengawasannya kepada BPH Migas. Agar distribusi BBM dan gas melon tiga kilogram tepat sasaran maka selain perlu dibangun sistem distribusi yang handal, kelembagaan pengawasannya pun penting untuk ditingkatkan," jelas Mulyanto.
Mulyanto usul, untuk memperkuat kelembagaan BPH Migas, pemerintah perlu memberi kewenangan pengelolaan SDM dan anggaran secara mandiri, serta pembentukan kantor wilayah kerja BPH Migas di daerah. Setidaknya di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Untuk diketahui penyimpangan BBM solar di berbagai daerah kerap terjadi, baik ke sektor industri, pertambangan maupun perkebunan. Begitu juga penyimpangan distribusi Pertalite. Hal ini menyebabkan terjadinya over kuota, yang akhirnya merugikan keuangan negara.