Hasil survei yang dilakukan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) bersama Koalisi KUSUKA Nelayan yang terdiri dari International Budget Partnership (IBP Indonesia), Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA dan Kota Kita, pada 2020 dan 2021 di 10 provinsi dan 25 kabupaten/kota, menemukan sebanyak 82,8% nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.
"Nelayan mengalami diskriminasi akses BBM bersubsidi dengan persyaratan administrasi yang rumit," kata Seknas Fitra Ervyn Kaffah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/6).
Menurut Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, sektor transportasi darat yang salah satunya kendaraan roda empat milik perorangan dapat mengakses BBM bersubsidi tanpa persyaratan administrasi. Sementara nelayan kecil diharuskan memperoleh surat rekomendasi sebagai syarat pembelian subsidi BBM.
"Nelayan kesulitan mengurus surat rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi. Di mana untuk memperoleh surat rekomendasi, nelayan harus memiliki pas kecil (izin melaut) dan Bukti Pencatatan Kapal (BPKP) yang dikeluarkan oleh pihak pelabuhan. Untuk mengurus persyaratan administrasi tersebut, pemukiman nelayan umumnya memiliki jarak cukup jauh dari pusat layanan publik," jelas dia lagi..
Kalaupun nelayan berhasil memperoleh surat rekomendasi, persoalan lain adalah ketiadaan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar khusus nelayan dan ketersediaan kuota BBM bersubsidi. Nelayan kecil tidak hanya bertarung dengan nelayan skala besar untuk mendapatkan BBM pada SPDN, namun juga dengan empat sektor lainnya yang berhak menggunakan solar subsidi, seperti transportasi, usaha mikro, pertanian dan pelayanan umum di SPBU. Dengan meningkatnya harga eceran BBM non subsidi, diperkirakan terjadi perpindahan konsumen ke BBM subsidi dan semakin menyulitkan nelayan kecil memperoleh BBM subsidi. Imbasnya nelayan kecil lebih memilih mengakses BBM melalui pengecer (83% responden) dengan harga yang lebih tinggi.
Jenis BBM yang digunakan oleh nelayan bukan hanya jenis solar. Hasil survei KNTI bersama koalisi KUSUKA menyebut bahwa 29% nelayan menggunakan jenis premium. Berdasarkan Kepmen ESDM No.37.K/HK.02/MEM.M/2022 BBM Jenis Pertalite RON 90 menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan dan jenis BBM Premium RON 88 hilang mengakibatkan nelayan kecil pengguna premium beralih ke pertalite.
Beberapa daerah di Timur Indonesia menggunakan jenis pertalite (NTB, Aceh, Kaltara) Kesulitan akses BBM bersubsidi bagi sektor perikanan menimbulkan persoalan kredibilitas anggaran BBM bersubsidi.
Selain itu, hasil kajian Perkumpulan Inisiatif (2021) menunjukkan, dalam lima tahun terakhir (2016-2020) rerata realisasi BBM solar bersubsidi sektor perikanan hanya mencapai 26% dari kuota yang disediakan. Padahal kuota sektor perikanan hanya 12% dari seluruh kuota yang tersedia untuk empat sektor lainnya.
Pada sisi lain, BPH Migas tidak mampu melakukan kontrol terhadap penggunaan BBM bersubsidi. Pada 2020 misalnya, kuota solar subsidi sebesar 15.310.000 kilo liter yang terbagi untuk sektor transportasi 78,9 %, perikanan 12,5%, pertanian 7,69% dan untuk usaha mikro serta layanan umum masing-masing dibawah 1%.
Namun dalam realisasinya, BPH Migas hanya mampu melaporkan penggunaan solar subsidi untuk sektor transportasi, perikanan dan layanan umum, sementara sektor lainnya tidak terdeteksi penggunaannya atau diduga lebih banyak terserap ke
sektor transportasi.
Untuk itu, Koalisi KUSUKA meminta agar pemerintah merevisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 dan perubahannya (termasuk peraturan turunannya) dengan memasukkan kebijakan afirmasi ketersediaan akses BBM bersubsidi solar dan pertalite kepada nelayan kecil dengan kapal 10 GT ke bawah. Kemudian, mempermudah akses BBM bersubsidi dengan menggunakan kartu KUSUKA yang menjadi alat kontrol kuota BBM subsidi yang direalisasikan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal 10 GT ke bawah.
"Serta menjadikan Kartu KUSUKA sebagai alat untuk mendistribusikan Bantuan Langsung Tunai khusus untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal 10 GT ke bawah dan mengintegrasikan dengan program lainnya seperti asuransi dan akses perbankan. Berdasarkan persoalan di atas," papar dia.