close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Bisnis
Rabu, 17 November 2021 15:12

Nilai ekonomi internet RI diperkirakan US$146 miliar pada 2025

Indonesia menyumbang 40% dari total GMV di kawasan ini, yakni sebesar US$70 miliar pada 2021.
swipe

Laporan SEA e-Conomy tahun ini yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan terjadinya pertumbuhan yang kuat di semua sektor ekonomi digital Indonesia, dengan sektor e-commerce yang tumbuh 52% YoY masih menjadi pendorong utama.

Dalam laporan tahunan keenam yang berjudul “Roaring 20s: The SEA Digital Decade”, ekonomi internet Indonesia secara keseluruhan memiliki Gross Merchandise Value (GMV) senilai US$70 miliar pada 2021 dan diperkirakan naik dua kali lipat menjadi US$146 miliar hingga 2025.

Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf memaparkan, laporan dua tahunan ini, yang disusun menggunakan data dari Google Trends, insight dari Temasek, dan analisis dari Bain & Company, selain informasi dari kalangan industri dan wawancara dengan para ahli, menyoroti perekonomian enam negara di Asia Tenggara yakni Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina.

"Pada 2021, semua negara yang tercakup dalam laporan ini mengalami pertumbuhan dua digit, dan Indonesia menyumbang 40% dari total GMV di kawasan ini sebesar US$70 miliar. GMV e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh dari US$35 miliar pada 2020 menjadi US$53 miliar pada 2021, dan CAGR diproyeksikan naik 18% menjadi US$104 miliar hingga 2025," kata dia secara daring, Rabu (17/11).

Dengan volume penelusuran di Google untuk pertanyaan seputar pedagang naik 18 kali lipat sejak 2017, tertinggi di antara enam negara Asia tenggara, tidaklah mengherankan jika e-commerce merupakan segmen ekonomi digital indonesia yang terbesar dan tumbuh paling cepat. 

“Penambahan 21 juta konsumen digital baru sejak awal pandemi juga mendorong pertumbuhan yang lebih besar di sektor e-commerce, dengan 72% di antaranya berasal dari wilayah nonkota besar besar,” kata Randy Jusuf.

Ia juga mengatakan, sektor transportasi dan makanan tumbuh 36% YoY. Dari GMV sebesar US$5,1 miliar pada 2020 menjadi US$6,9 miliar pada 2021, dan diperkirakan mencapai US$16,8 miliar hingga 2025, dengan CAGR 25%. Sektor media online tumbuh 48% YoY dari US$4,3 miliar menjadi US$6,4 miliar selama periode yang sama, dan diperkirakan tumbuh menjadi US$15,8 miliar hingga 2025 dengan CAGR 26%.  

“Pada 2021, 55% pengguna baru layanan transportasi online di Asia Tenggara memakai layanan ini setidaknya seminggu sekali dibanding 38% pelanggan lama. Senang rasanya melihat sektor transportasi perlahan mulai pulih dan sebagian besar didorong oleh para pengguna baru,” tambah Randy.

Di Indonesia, meskipun sektor perjalanan online cukup lambat untuk pulih, sektor ini mencatatkan pertumbuhan 29% selama 2020, dari GMV sebesar US$2,6 miliar menjadi US$3,4 miliar pada 2021. Sektor ini diperkirakan pulih dalam jangka menengah hingga panjang, dan diprediksi tumbuh mencapai US$9,7 miliar dengan CAGR 30% hingga 2025.

Selain memberikan pandangan 10 tahun ke depan hingga 2030 untuk pertama kalinya, laporan ini juga menyoroti bahwa kawasan ini sedang bergerak menjadi perekonomian digital senilai US$1 triliun (dalam GMV), yang dipimpin oleh sektor e-commerce dan toserba online. Pada 2030, Indonesia diperkirakan tumbuh lima kali lipat menjadi ekonomi digital senilai US$330 miliar.

Selanjutnya, untuk pertama kalinya, laporan ini juga mencantumkan bagian khusus yang membahas sektor UKM di Asia Tenggara. Survei dilakukan dengan 3.000 pedagang digital (digital merchant) di enam negara untuk mengetahui cara mereka menggunakan platform digital dan layanan keuangan guna melewati pandemi. Dua puluh delapan persen pedagang di Indonesia mengatakan mereka tidak akan bertahan tanpa berjualan di platform digital.

“Indonesia terus menarik perhatian di Asia Tenggara sebagai rumah bagi salah satu ekosistem digital paling dinamis.” kata Willy Chang, Associate Partner di Bain & Company. “Penerapan berkelanjutan dan investasi pada faktor-faktor pendukung utama seperti pembayaran digital, kredit konsumen, termasuk produk buy now pay later (BNPL), dan last mile logistic akan membantu meningkatkan penetrasi digital secara keseluruhan di kalangan konsumen dan UKM.” sambungnya

Maraknya pendanaan dan perlombaan untuk IPO. Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah tujuan investasi terpopuler di kawasan ini dan terus menarik modal global terlepas dari kondisi pasar yang tidak menentu. Aktivitas kesepakatan investasi mengalami kebangkitan yang sangat kuat di paruh pertama 2021, dengan 300 kesepakatan senilai US$4,7 miliar di semester I-2021, dibandingkan 437 kesepakatan senilai US$4,4 miliar di sepanjang 2020.

Nilai kesepakatan di semester I-2021 saja telah melampaui total empat tahun terakhir. Secara regional, tahun ini ada 23 unicorn teknologi konsumen, tujuh di antaranya berasal dari Indonesia dan sudah ada beberapa yang berencana untuk IPO dalam waktu dekat.

Dalam kesempatan yang sama, Managing Director, Investment (Telecommunications, Media & Technology and South East Asia) dari Temasek, Fock Wai Hoong, pun turut mengungkapkan harapan dan optimisme nya terhadap potensi pertumbuhan ekonomi internet Indonesia, yang didorong oleh basis pengguna yang sangat besar, sangat antusias, dan telah mengadopsi layanan digital selama pandemi. “Kami berharap dapat meningkatkan investasi kami di berbagai perusahaan digital terbaik di Asia Tenggara, dan menggunakan modal kami untuk mengatalisasi solusi yang akan menciptakan kemakmuran berkelanjutan bagi bisnis dan komunitas,” tutupnya.

img
Kania Nurhaliza
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan