close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi / Shutterstock
icon caption
ilustrasi / Shutterstock
Bisnis
Minggu, 04 Maret 2018 14:25

Nilai tukar rupiah dan pengaruhnya terhadap ekonomi

Kendati belum signifikan, tetapi pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi berdampak negatif bagi perekomian Indonesia.
swipe

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat diyakini hanya bersifat temporer. Kendati begitu, pergerakan nilai tukar rupiah pada minggu ini, cukup mengejutkan banyak pihak. Berdasarkan kurs referensi Jakarta interbank spot dollar rate (JISDOR), untuk kali pertama sepanjang tahun ini, kurs rupiah berada di level Rp13.793. Itu terjadi pada 1 Maret yang kemudian direspons Bank Indonesia dengan mengeluarkan pernyataan agar pelaku pasar tetap tenang.

Kendati kenaikannya belum signifikan, tetapi harus diakui pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi berdampak negatif bagi perekomian Indonesia. Apalagi sebagian besar utang luar negeri yang dilakukan pemerintah dan swasta dalam bentuk dollar AS. Berdasarkan data Bank Indonesia, mayoritas utang luar negeri Indonesia berbentuk dollar AS.

Kenaikan nilai tukar berarti meningkatkan jumlah utang yang harus dibayarkan. Sebagai perbandingan, pada 2 Januari 2018, kurs rupiah terhadap dollar AS hanya sebesar Rp 13.542 per dollar AS. Sementara pada 2 Maret 2018 menjadi Rp 13.677 per dollar AS. Relatif lebih rendah dari 1 Maret yang sempat berada di level Rp13.746 per dollar AS.

Tetapi tetap saja terjadi peningkatan terhadap dana yang harus dikeluarkan kreditur dalam negeri. Terutama jika harus membayar dalam periode ini. "Memang ada tekanan besar, tapi perkiraan kami tidak permanen," terang Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI, Dody Budi Waluyo.

Pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup ekstrem bisa memengaruhi daya beli dan sektor ril. Ini karena industri di tanah air belum bisa sepenuhnya terlepas dari impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor Indonesia Januari 2018 mencapai US$15,13 miliar atau naik 0,26% dibanding Desember 2017, jika dibandingkan Januari 2017 meningkat 26,44%.

Transaksi tersebut pastinya mempergunakan nilai tukar yang diakui secara internasional dan dalam hal ini adalah dollar Amerika Serikat. Pelemahan nilai tukar rupiah berarti akan menambah jumlah rupiah yang harus dikeluarkan importir. Untuk menutupi itu, importir kerap meningkatkan harga jual. Artinya, menyebabkan inflasi dan mengurangi daya beli. 

Bank Indonesia selaku otoritas moneter berkewajiban menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Tentunya dibutuhkan strategi khusus agar nilai tukar stabil dan cadangan devisa tidak tergerus akibat kebijakan BI dalam melakukan intervensi. Cadangan devisa yang dimiliki Indonesia sampai akhir Januari 2018 mencapai US$ 132 miliar, jumlah yang tidak terlalu besar untuk membantu menguatkan nilai tukar rupiah.

"Lebih efektif jika BI melakukan strategi seperti yang pernah terjadi di September 2016,  Saat itu, BI menghabiskan US$ 4 milliar untuk mempertahankan rupiah di level tertentu. Ini penting karena September merupakan triwulan terakhir dan berhasil," jelas Ekonom dari INDEF Eko Listiyanto.

Selain itu, tentu akan lebih baik jika BI dan stakeholders lainnya bersama-sama mensosialisasikan kepada masyarakat luas agar tidak panik dengan kenaikan dollar AS. Tentunya diperlukan pendekatan psikologis agar sama-sama bersikap sewajarnya terhadap kondisi temporer ini. Jika bisa dilakukan, yakinlah sesulit apapun kondisi ekonomi pasti bisa dilalui dengan baik. Mengingat berbagai pencapaian positif telah diperoleh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, antara lain dalam bidang ekonomi dan bidang sosial.

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan