close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penerapan mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) beserta Crypto Fiat Currency di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya, karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran
icon caption
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penerapan mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) beserta Crypto Fiat Currency di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya, karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran
Bisnis
Selasa, 24 Juli 2018 05:23

OJK kaji penerapan crypto currency di Indonesia

OJK masih perlu mengkaji penerapan crypto currency di Indonesia demi keamanan transaksi di masyarakat.
swipe

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai penerapan mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) beserta Crypto Fiat Currency di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya, karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam acara Seminar tentang 'Standardisasi Mata Uang Digital Fiat (DFC) dan Penerapannya' di Cornell Tech, New York, Minggu (22/7) waktu setempat. 

Seminar tersebut membahas inovasi penerbitan mata uang digital dan pengaruhnya terhadap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

"Untuk Indonesia yang berpenduduk besar dan kondisi demografi yang tersebar di sekitar 17.000 pulau, berkembangnya financial technology dan digital payments yang andal harus terus didukung karena merupakan salah satu solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui tersedianya akses keuangan," ungkap Wimboh dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Senin (23/7).

Wimboh juga menyampaikan bahwa penerapan CBDC ini harus tetap mempertahankan peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter dan Sistem Pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.

"Penerapan CBDC ini akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel serta mekanisme konversi juga harus jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan," jelasnya.

Selanjutnya, penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara berkembang relatif lebih mudah daripada di negara Amerika Serikat yang membutuhkan proses lebih panjang, berdasarkan riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law.

Adapun ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi sangat dibutuhkan sehingga kehadiran National Payment Gateway oleh Bank Indonesia merupakan langkah awal yang patut diapresiasi yang menghadirkan single network untuk transaksi domestik.

"OJK bersama dengan Pemerintah, Bank Indonesia akademisi dan juga lembaga internasional memiliki komitmen sebagai global collective efforts untuk menerapkan CBDC dapat berkembang ke arah yang dikehendaki dan membawa manfaat bagi masyarakat luas," pungkasnya.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan