Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat pada 10 Maret 2023 lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia. Pasalnya, perbankan tanah air tidak memiliki hubungan bisnis, facility line, maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB. Selain itu, perbankan Indonesia juga berbeda dengan perbankan di Amerika Serikat (AS) dan SVB.
“Perbankan di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto. Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” ujar Dian dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (14/3).
Dian mengklaim, pascakrisis keuangan 1998, Indonesia telah melakukan langkah-langkah mendasar dalam penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum, dan penguatan tata kelola, serta perlindungan nasabah. Sehingga sistem perbankan saat ini menurutnya tergolong kuat, resilien, dan stabil.
Dian melaporkan, saat ini kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik. Hal ini tercermin dari posisi alat likuid terhadap non core deposit dan pihak ketiga alias AL/NCD serta AL/DPK perbankan yang di atas threshold yaitu sebesar 129,64% dan 29,13% atau jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
“Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi dana pihak ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat, sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga,” tutur Dian.
Demikian juga untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori “Bank Dalam Resolusi” yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.
Dia menyebut OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.
“OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank,” kata dia.
Selain itu, OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis yakni meningkatkan fungsi maupun peran asset dan liability committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif serta mengkaji dan menginikan recovery dan resolution plan secara berkala.
“Kebijakan OJK ke depan akan terus diarahkan untuk menciptakan situasi kondisi yang semakin kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutur Dian.