Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, penghimpunan dana melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi atau securities crowdfunding (SCF) terus bertambah. Hingga 31 Mei 2021, penghimpunan dana melalui SCF telah bertambah menjadi Rp273 miliar, naik 43% secara year-to-date (YTD).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, setelah diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, total penyelenggara SCF bertambah menjadi lima penyelenggara.
"Kemudian, jumlah penerbit, pelaku UKM, mengalami pertumbuhan 17% lebih secara YTD, menjadi 151 penerbit," ucap Hoesen, Selasa (8/6).
Selanjutnya, dari sisi pemodal SCF juga mengalami pertumbuhan sebesar 49%, dari sebelumnya 22.341 pemodal, menjadi 33.300 investor atau pemodal secara YTD.
Lebih lanjut, Hoesen menjelaskan OJK meluncurkan SCF bukan tanpa alasan, melainkan dengan pertimbangan yang matang, dengan mengadopsi budaya gotong royong. Menurutnya, istilah crowdfunding ini dapat diartikan sebagai urunan dana atau patungan dengan tujuan membantu saudara, kerabat, atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan.
"Budaya tersebut kemudian kami serap melalui konsep penawaran efek, mekanismenya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital, atau sering disebut fintech crowdfunding," kata dia.
Seiring berjalannya waktu, dengan layanan equity crowdfunding yang memiliki banyak keterbatasan, OJK meluncurkan POJK 57/2020 yang memungkinkan perusahaan berbentuk CV, firma, hingga koperasi memanfaatkan layanan urunan dana.
POJK 57/2020 juga memperluas jenis efek yang ditawarkan tidak terbatas pada saham, melainkan juga berbentuk obligasi atau sukuk.
"Selain memberikan kemudahan, kebijakan ini diharapkan dapat memberi kesempatan bagi investor retail, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UKM yang menerbitkan securities crowdfunding, dalam berkontribusi ke daerahnya masing-masing," ujarnya.