Kisruh pergantian manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) masih terus berlanjut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu regulator pasar modal juga turut mendalami kasus ini.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan pihaknya sedang mempelajari dan mengklarifikasi kondisi notes sebesar US$300 juta yang membuat KIJA memiliki potensi gagal bayar.
"Kami minta itu ada di dokumen apa, anggaran dasarnya seperti apa, notesnya dalamnya seperti apa. Notesnya kan bukan diterbitkan di sini, jadi kita harus lihat," ujar Hoesen di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (25/7).
Sementara mengenai perubahan pengendali, OJK juga akan melihat secara historis apakah pernah terjadi perubahan pengendali di Jababeka.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diunggah manajemen lama pada 24 Juli 2019, KIJA menyatakan telah berkonsultasi dengan konsultan hukum internasional terkait indikasi terjadinya potensi change of control.
Direktur Utama KIJA Budianto Liman yang dalam surat-surat sebelumnya berlaku sebagai corporate secretary, mengatakan dalam keterbukaan informasi, change of control ialah tindakan dari satu atau berbagai pihak yang secara bersama-sama menggunakan voting right. Untuk diketahui, dalam RUPS terakhir, mereka menggunakan voting right untuk mengganti direksi KIJA.
Kemudian, hasil pemilihan disetujui oleh 52% pemegang saham itu. Dengan demikian, voting right ini telah melebihi jumlah pihak yang dianggap mengendalikan perseroan.
Pihak yang mengendalikan perseroan itu Setyono Djuandi Darmono, Hadi Rahardja dan afiliasinya sebesar tidak kurang 35%
"Dalam syarat dan kondisi senior notes yaitu bapak Setyono Djuandi Darmono, bapak Hadi Rahardja dan afiliasinya sebesar tidak kurang 35% dari modal ditempatkan dalam perseroan," tulis Budianto, Rabu (25/7).
Dalam surat tersebut, Budianto juga menegaskan pengangkatan Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris KIJA belum dapat dilakukan karena beberapa hal.
Pertama, terdapat keberatan dari sejumlah pihak yang mempersoalkan keabsahan dan keberlakuan keputusan mata acara kelima RUPST. Kedua, terdapat gugatan yang diajukan oleh sejumlah pemegang saham perseroan.
Ketiga, keputusan mata acara kelima tidak dapat didaftarkan dan dilaporkan oleh notaris Yualita Widyahri pada sistem administrasi badan hukum (SABH) pada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum AHU, Kementerian Hukum dan HAM RI.
"Terakhir, terdapat indikasi potensi perseroan dapat diwajibkan melakukan pembayaran yang dipercepat (melakukan pembelian) atas US$300 juta senior notes yang jatuh tempo pada 2023 berdasarkan syarat dan kondisi senior notes," tulis Budianto.