Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan sampai Maret 2020 masih dalam kondisi terjaga. Deputi Komisoner Humas dan Logistik Anto Prabowo mengatakan intermediasi sektor jasa keuangan masih membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali, meski perekonomian tertekan akibat merebaknya Covid-19 di banyak negara.
Anto mengungkapkan OJK sejak Februari lalu juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus perekonomian di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank.
Kebijakan tersebut diharapkan menjadi kontra siklus dampak penyebaran Covid-19, sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja industri jasa keuangan. Khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"OJK senantiasa memantau perkembangan ekonomi global yang sangat dinamis dan berupaya untuk terus memitigasi potensi risiko yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik," kata Anto dalam siaran persnya, Jumat (27/3).
Anto melanjutkan, OJK memperkirakan kondisi perekonomian global akan terkontraksi cukup dalam pada semester I-2020 dan mulai kembali pulih pada semester II-2020. Namun, pulihnya perekonomian dunia akan sangat bergantung pada berakhirnya pandemi Covid-19 di tataran global.
"Besarnya sentimen negatif terkait penyebaran coronavirus baik secara global maupun perkembangan di Indonesia, mempengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik. Khususnya di pasar keuangan, baik pasar saham maupun SBN," ujar dia.
Sejak awal Maret 2020 sampai dengan 24 Maret 2020, OJK mencatat dana investor asing keluar dari pasar saham hingga Rp6,11 triliun dan SBN hingga Rp98,28 triliun.
Dengan kondisi tersebut, tercatat pasar saham melemah signifikan sebesar 27,79% secara month-to-date (mtd) atau 37,49% secara year-to-date (ytd) ke level 3.937,6. Pelemahan di pasar saham diikuti dengan pelemahan di pasar SBN dengan yield yang rata-rata naik sebesar 118,8 basis points (bps) mtd atau 95bps ytd.
"Pelemahan ini disebabkan pada kekhawatiran investor terhadap Covid-19, yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia," tutur dia.
Sampai dengan 24 Maret 2020, kata Anto, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp21,55 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada tahun ini telah terdapat 13 perusahaan, dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp28,8 triliun.
Sementara itu, lanjut Anto, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Februari 2020 bergerak sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik.
Kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 5,93% yoy. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,29% yoy. Sedangkan piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,82% yoy.
"Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,79% dan Rasio NPF sebesar 2,66%," kata Anto.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Selain itu, sepanjang Februari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp46,5 triliun dan tumbuh sebesar 4,73% yoy.
Lalu, risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah pada Februari 2020, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,35%. Jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 212,30% dan 108,12%. Jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,42%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 670% dan 312%. Jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.