Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti perihal banyaknya aduan masyarakat yang masuk perihal industri jasa asuransi. Hingga 20 Juni 2021, aduan yang masuk mencapai 2.600 kasus.
"Kasus asuransi gagal bayar dan kerugian konsumen unit link telah membawa dampak negatif terhadap reputasi industri asuransi dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat yang telah kita bangun selama ini," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Tirta Segara, Kamis (24/6).
Tirta menjelaskan, dari total 2.600 aduan yang masuk, sebesar 40% di antaranya berhubungan dengan kesulitan pemegang polis untuk mencairkan klaimnya.
"Sementara itu, kita semua sepakat bahwa industri keuangan itu adalah industri kepercayaan yang ditopang pilar perlindungan konsumen," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan, banyak aduan yang masuk tersebut akibat dari kurangnya transparansi yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada konsumen. Sehingga, konsumen tidak memahami perincian dari produk yang dibelinya.
Umumnya, marketing perusahaan hanya menjelaskan manfaat dan keuntungan dari asuransi seperti apa, tetapi kurang memberikan penjelasan perihal risiko dari produk asuransinya secara lengkap.
"Ini terbukti masih banyaknya masyarakat yang keliru dalam memahami produk unit link. Mereka mengira unit link itu sebagai produk asuransi bahkan tabungan, ketimbang produk investasi," ujarnya.
Beberapa hal krusial yang belum dijelaskan secara gamblang soal produk unit link menurutnya ada dua hal. Pertama, risiko naik turunnya investasi ditanggu pemegang polish tak terjelaskan.
Kedua, redemption atau pencairan produk unit link dapat dikenakan pinalti apabila waktunya kurang tepat sehingga dapat menggerus dana konsumen.
"Karenanya kami mendorong agar perusahaan asuransi memiliki sistem yang baik untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja tenaga pemasar produk asuransi. Dan memastikan mereka telah melalui sertifikasi yang memadai," tuturnya.
Tak hanya itu, dia pun menuturkan OJK mendorong pemberlakuan prinsip keadilan dalam pemasaran produk asuransi. Di mana perusahaan dalam menyodorkan aturan baku dalam pengisian formulir menjelaskan secara detil manfaat dan risiko preminya, alih-alih hanya meminta tanda tangan konsumen.
"Ini dari pengaduan yang kami terima, terkait pre existing conditions atau jenis penyakit atau obat yang tidak ditanggung dalam suatu program asuransi, ini harus dipahami konsumen. Kami berharap klausul baku semacam ini diinformasikan secara benar lengkap, jelas dalam proses pemasaran. Sehingga penolakan klaim yg dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas klausul ini dapat diminimalisir," ucapnya.