Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-Officio Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menjelaskan pemulihan ekonomi dunia berlanjut meski masih dibayangi gangguan rantai pasok dan keterbatasan energi.
“Kita melihat dari sisi konteks pemulihan ekonomi secara global yang relatif berlanjut, karena kita melihatnya dari tahun 2020 jadi sudah ada ke arah perbaikan. Meskipun tetap ada beberapa risiko yang harus kita lihat di antaranya masalah gangguan rantai pasok dan keterbatasan energi,” ujar Dody dalam webinar OJK mengajar bertajuk "Sinergi Pemerintah, BI, dan OJK dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional", Jumat (19/11).
Dody mengatakan prospek perekonomian global diperkirakan akan tumbuh 5,7%. Menurutnya angka tersebut bagi Bank Indonesia cukup konservatif jika dibandingkan dengan rilis dari berbagai lembaga internasional, dan pertumbuhan tersebut relatif disumbang dari negara-negara maju.
Lebih lanjut, Dody menjelaskan peningkatan kembali kasus Covid dan belum meredanya ketidakpastian di pasar keuangan dapat memicu downside risk.
“Sekarang kita melihat kasus harian Covid-19 secara global turun, tetapi beberapa kawasan di Eropa kembali naik. Jadi artinya memang ini merupakan salah satu tantangan global yang bisa dikatakan tidak berakhir dan living with endemic harus dilakukan. Tetapi yang menjadi penting adalah masalah distribusi vaksin bisa dilakukan secara merata,” tuturnya.
Dody mengatakan jika proses distribusi vaksin terlambat dan tidak merata akan berdampak kepada pemulihan yang tidak merata, karena negara-negara yang terlambat mendapatkan vaksin maka mobilitas dan pertumbuhan juga akan terlambat.
Kemudian kenaikan inflasi AS dan Inggris mendorong ekspektasi normalisasi kebijakan moneter FED dan BOE yang lebih cepat. Tapering Fed berpotensi lebih cepat dan berakhir pada April 2022 dan kenaikan FFR pertama kali pada FOMC Maret 2022. Sedangkan berdasarkan OIS, BOE diperkirakan menaikan SK bunga 4 kali pada 2022 dengan kenaikan pertama pada MPC Februari 2022.
Menurutnya gambaran tersebut kembali memunculkan isu adanya perbedaan dari pemulihan ekonomi.
“Beberapa negara akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat akibat adanya perbedaan dari sisi vaksinasi. Inflasi juga akan menimbulkan masalah karena dampak rentetan dari inflasi global ke lokal juga akan terjadi, belum lagi masalah konteks harga perumahan yang naik,” tuturnya.
Kemudian terkait dengan pemulihan ekonomi domestik, berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik tetap perlu didukung aspek kesehatan yang aman.
Kinerja ekonomi triwulan III-2021 tercatat tumbuh positif sebesar 3,51% (yoy), meskipun lebih rendah dari capaian triwulan sebelumnya sebesar 7,07% seiring pembatasan mobilitas untuk mengatasi varian Delta. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh tingginya ekspor di tengah tertahannya konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara itu meski secara nasional kasus Covid-19 turun, namun tetap terdapat peningkatan di 126 kota/kabupaten.
“Memang kita sempat turun karena varian delta, tetapi setelah itu mulai bangkit yang mencerminkan konsumsi sudah mulai bergerak ke atas, kemudian dari sisi pertumbuhan transaksi E-commerce juga meningkat. Mudah-mudahan ini adalah sinyal untuk triwulan ke-IV agar ekonomi lebih baik dibandingkan triwulan ke-III, belum lagi vaksinasi dan level PPKM yang terus diturunkan maka mobilitas masyarakat jauh lebih baik,” tuturnya.
Inflasi sedikit meningkat, namun secara keseluruhan masih berada dalam kisaran target. Tercatat Indeks Harga Konsumen (IHK) sampai Oktober 2021 0,12 (mtm) atau 0,93% (ytd), dan 1,66% (yoy). Inflasi ini tetap rendah di tengah permintaan domestik yang tinggi, didukung oleh pasokan yang terkendali, nilai tukar stabil, dan ekspektasi inflasi yang terjaga.
Lebih lanjut, Dody mengatakan peningkatan intermediasi keuangan juga diperlukan, terutama di tengah membaiknya mayoritas tingkat utilisasi kapasitas sektor manufaktur.
Intermediasi perbankan melanjutkan pertumbuhan positif sebesar 3,4% pada Oktober 2021 yang didorong baik oleh permintaan dan penawaran. Selanjutnya permintaan kredit membaik sejalan dengan meningkatnya aktivitas dunia usaha dan konsumsi sejalan dengan melonggarnya mobilitas masyarakat.
Di sisi lain, transaksi ekonomi dan keuangan digital tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, kemudahan sistem pembayaran digital, dan akselerasi perbankan digital.