Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi hotel berbintang di Bali sebesar 59,29% pada Januari 2020, menurun sedalam 3,26 poin dibandingkan dengan Desember 2019 yang mencapai 62,55%.
Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugroho mengatakan TPK tertinggi ada di Kabupaten Badung sebesar 60,57% dan terendah ada di Karangasem sekitar 38,17%.
"Kalau data ini dibandingkan dengan bulan Desember, hotel berbintang di Kabupaten Badung, Karangasem, Buleleng dan Denpasar mengalami penurunan sedalam -3,52 poin," kata Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugroho saat acara Berita Resmi Statistik di Kantor BPS Bali, Senin (3/3).
Adi menjelaskan lama menginap turis asing dan domestik di hotel berbintang pada Januari 2020 tercatat selama 2,82 hari meningkat 0,07 dibandingkan pada bulan Desember 2019 sebanyak 2,75 hari.
Lama menginap turis domestik pada Januari 2020 tercatat selama 2,29 hari, lebih rendah dibandingkan rata-rata lama menginap tamu asing yaitu selama 3,13 hari.
"Sampai dengan Februari kita menyaksikan bahwa tingkat hunian kamar mengalami penurunan, sekalipun masih tingkatannya belum memperlihatkan mengkhawatirkan. Januari tergolong low season sehingga penurunan itu belum bisa dinilai apakah akibat dari low season atau dari virus ini," jelasnya.
Ia juga menjelaskan terkait dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada Januari 2020 tercatat sebanyak 528.883 kunjungan. Rinciannya wisman yang datang melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai sebanyak 526.823 kunjungan dan dari pelabuhan laut sebanyak 2.060 kunjungan.
Ia menjelaskan dari data tersebut terlihat kunjungan wisatawan asing paling banyak datang ke Bali berasal dari China 21,09%, Australia 19,49%, India 5,63%, Rusia 4,82%, Korea Selatan 4,45%, Amerika Serikat 3,86%, Inggris 3,51%, Jepang 3,23%, Malaysia 2,77%, dan Singapura 2,16%.
"Situasi pertumbuhan ekonomi, Bali pada posisi yang baik, kenaikannya ditingkat nasional dan unsur-unsur pendukungnya juga mengalami kenaikan. Dengan isu Covid-19 perekonomian wilayah daerah maupun nasional harus bersiaga untuk menghadapi berbagai kemungkinan, dan virus membatasi pergerakan manusia padahal hampir semua bisnis menuntut adanya pergerakan manusia," ucapnya.
Ia menambahkan dengan adanya keterbatasan pergerakan manusia maka berbagai transaksi akan sangat mungkin terganggu. Dengan terganggunya transaksi maka bisa diperkirakan komponen penghitungan ekonomi akan ikut pula terganggu.
"Perekonomian Bali yang kuat pengaruh pariwisatanya dengan ditutupnya wisatawan Tiongkok saja sudah menimbulkan bayangan kerugian 1,1 juta wisatawan per tahun dengan efek ekonominya," jelas Adi. (Ant)