close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani. Foto Antara.
icon caption
Ketua Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani. Foto Antara.
Bisnis
Jumat, 13 Maret 2020 15:40

Okupansi hotel hanya 30%, pengusaha lakukan PHK

Tingkat keterisian (okupansi) hotel di Indonesia mengalami penurunan sejak merebaknya coronavirus pada awal Januari.
swipe

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan tingkat keterisian atau okupansi hotel di Indonesia mengalami penurunan sejak merebaknya coronavirus pada awal Januari hingga hari ini.

Ketua Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan penurunan okupansi tersebut membuat pengusaha melakukan pemutusan kerja kepada pekerja harian. Sementara pekerja tetap dan kontrak terpaksa harus masuk bergantian.

"Ada tiga jenis karyawan yakni harian, kontrak dan tetap. Nah yang sekarang terjadi daily worker (pekerja harian) tidak dipakai. Yang karyawan kontrak dan permanen, itu sudah mulai masuknya giliran," katanya di Jakarta Pusat, Kamis (12/3).

Hariyadi mengatakan perusahaan perhotelan terpaksa mengambil langkah efisiensi tersebut untuk menjaga arus kas perusahaan tetap lancar. 

"Karena perusahaan jaga cash flow. Kalau masuk semua 100%, sekarang perusahaan coba jaga di angka menurunkan 50% biaya tenaga kerja," ujarnya. 

Hariyadi memaparkan tingkat okupansi hotel di Jakarta hanya tersisa sebesar 30%. Dengan tingkat okupansi sekecil itu, perusahaan telah melakukan sejumlah efisiensi, mulai dari menggilir jadwal masuk karyawan, hingga membayarkan gaji tidak penuh.

"Okupansi di Jakarta 30%. Kalau sudah 30% atau kurang pasti karyawan digilir masuknya. PHK belum. Karena perusahaan harus kontrol standar operasionalnya. Jadi kita atur gaji tidak terima full," ucapnya.

Dia pun mengatakan, hal yang sama terjadi untuk bisnis restoran. Hanya saja bisnis restoran tidak sekompleks bisnis hotel dalam persoalan tenaga kerja, sehingga lebih mudah diatur.

"Restoran sama saja. Lebih banyak memang karyawan kontrak. Relatif lebih less complicated, tidak terlalu rumit ketimbang hotel. Lebih bisa beradaptasi penyesuaian jumlah karyawan," ujarnya.

Namun, Haryadi mengklaim bahwa pengurangan karyawan hotel lebih dapat diterima oleh para pekerja. Pasalnya, para pekerja hotel dinilai telah memahami risiko bekerja di sektor tersebut.

"Kami pernah mengalami hal yang sama ketika krisis ekonomi 1998. Jadi kalau sektor hotel, karyawan sudah tahu lah, karena hotel itu lebih terbuka ya. Mudah-mudahan karyawan sektor hotel itu pasti menerima," ujarnya.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan