Kajian yang dilakukan Ombudsman RI menemukan sebanyak 600 konsumen Bank Tabungan Negara (BTN) belum menerima sertifikat meski telah melunasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ini merupakan kajian yang dilakukan dalam upaya pencegahan maladministrasi pada layanan KPR BTN.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan, ratusan konsumen tersebut belum menyampaikan aduannya ke Ombudsman. Data 600 kasus ini hanya merupakan sampel dan belum seluruhnya.
"Ombudsman menemukan data tersebut di Kota Medan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Gresik, dan Kota Bitung, yang menjadi sampel kajian cepat lembaga pengawas pelayanan publik ini," kata Yeka dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (30/12).
Menurut Yeka, jumlah kasus yang sebenarnya bisa saja melebihi angka yang diperoleh dari kajian cepat Ombudsman. Pihaknya mendorong BTN untuk melakukan upaya perbaikan pelayanan KPR agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan cepat.
"Jika rata-rata harga rumah itu anggaplah Rp200 juta, maka total nilainya mencapai Rp120 Miliar yang coba kita selamatkan dari 600 konsumen yang belum menerima sertifikat ini," tutur dia.
Terkait persoalan ini, lanjut Yeka, pihaknya memberikan sejumlah saran perbaikan kepada BTN. Pertama, agar BTN mempertegas jangka waktu kepastian penyelesaian permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen yang telah melunasi KPR, yang ditetapkan melalui Keputusan Direksi BTN.
Kemudian, BTN diminta memperkuat kelembagaan Customer Care Division (CCD) sebagai bagian dari pengelolaan pengaduan masyarakat dan Credit Operation Division (COD). Hal ini dilakukan untuk percepatan penyelesaian permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen di kantor cabang BTN.
"BTN perlu melakukan optimalisasi dana jaminan, dana talangan, dan dana program penyelesaian dokumen sebagai alternatif solusi penyelesaian masalah KPR BTN," ujar Yeka.
Lebih lanjut, BTN diminta memperkuat koordinasi dengan Pengadilan Negeri setempat untuk menerbitkan penetapan pengadilan, agar BTN dapat mewakili pengembang yang sudah tidak aktif atau manajemennya tidak diketahui keberadaannya.
Selain itu, Ombudsman juga menyarankan agar BTN dengan Kantor Wilayah ATR/BPN setempat untuk menerbitkan sertifikat pengganti. Penerbitan sertifikat pengganti dilakukan dalam hal sertifikat induk hilang akibat pengembang yang sudah tidak aktif atau manajemennya tidak diketahui keberadaannya.
"Ombudsman meminta agar BTN membuat rancangan skema penyelesaian nonlitigasi permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen yang telah melunasi KPR BTN dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," papar Yeka.
Sementara itu, Direktur Human Capital Compliance and Legal BTN, Eko Waluyo menyampaikan bahwa pihaknya telah membentuk Tim Task Force Penyelesaian Sertifikat. Tim khusus yang berada di bawah Credit Operation Division tersebut bertugas melakukan profiling sebagai upaya percepatan penyelesaian sertifikat, serta melakukan freeze kepada Notaris/PPAT yang kinerjanya tidak baik.
"Pembentukan tim ini menjadi bukti keseriusan kami dalam merespons pengaduan Konsumen yang mengalami keterlambatan penyerahan sertifikat setelah KPR-nya lunas," ujar Eko dalam kesempatan yang sama.
Menanggapi kajian ini, Direktur Human Capital Compliance and Legal BTN, Eko Waluyo menyampaikan, pihaknya telah membentuk Tim Task Force Penyelesaian Sertifikat.
Eko menambahkan, tim khusus yang berada di bawah Credit Operation Division tersebut bertugas melakukan profiling sebagai upaya percepatan penyelesaian sertifikat, serta melakukan freeze kepada Notaris/PPAT yang kinerjanya tidak baik.
"Pembentukan tim ini menjadi bukti keseriusan kami dalam merespons pengaduan konsumen yang mengalami keterlambatan penyerahan sertifikat setelah KPR-nya lunas," tutur Eko.