close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto (kedua kiri) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil (kedua kanan), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri), dan Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani (kanan) memberikan keteran
icon caption
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto (kedua kiri) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil (kedua kanan), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri), dan Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani (kanan) memberikan keteran
Bisnis
Minggu, 15 Desember 2019 16:50

Omnibus law dinilai jadi jawaban turunnya peringkat kemudahan berinvestasi

"Omnibus law ini juga akan menyederhanakan dan memberikan kepastian regulasi perizinan."
swipe

Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dinilai dapat menjadi jawaban atas turunnya peringkat Indonesia dalam hal kemudahan melakukan bisnis atau ease of doing business. Tahun ini peringkat Indonesia turun ke posisi 73, setelah pada 2018 berada di peringkat 72.

Peneliti Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah atau KPPOD, Naomi Simanjuntak, mengatakan pemerintah harus melakukan banyak pembessnahan atas penurunan peringkat ini. Hal paling penting yang harus dibenahi adalah yang berhubungan dengan perizinan. 

"Data dari Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengatakan dari 190 kasus investasi, 32,6% atau presentase paling besar itu permasalahannya ada di perizinan usaha," kata Naomi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (15/12).

Penerapan perizinan melalui Online Single Submission (OSS), dinilai tak menjawab permasalahan dasar perizinan tersebut. KPPOD, kata Naomi, menemukan masih adanya tumpang tindih peraturan dan perundang-undangan terkait pelaksanaan perizinan, khususnya kewenangan dan lembaga perizinan.

Karena itu Naomi memandang omnibus law dapat menjadi pedoman bagi banyak sektor. Beleid tersebut juga diyakini dapat menyediakan mekanisme resolusi konflik perizinan usaha yang pasti. 

"Omnibus law ini juga akan menyederhanakan dan memberikan kepastian regulasi perizinan. Kami juga melihat ini akan memberikan kepastian pada pelaku usaha dan investor, yang tadinya berpikir 10-20 kali untuk berinvestasi di Indonesia," ujar Naomi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, pemerintah pusat harus mengajak pemerintah daerah bersama-sama menyusun omnibus law ini. Menurutnya, pemerintah harus bercermin pada pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang penerapan OSS yang tak melibatkan pemerintah daerah. Bagi dia, hal ini yang membuat aturan tersebut tumpang tindih.

"Omnibus law ini implikasinya ke daerah, dan yang paling banyak yang akan merasakan dampaknya adalah pemerintahan daerah dan pelaku usaha," kata Robert.

Terdapat sekitar 82 UU dan 1.194 pasal yang akan diselaraskan melalui RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja. Draf RUU tersebut rencananya akan diserahkan pemerintah pada DPR RI awal Januari 2020 mendatang, untuk dibahas di Badan Legislasi Nasional.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan