Pemerintah terus mendorong pengembangan teknologi carbon, capture, utilization, and storage (CCUS). Teknologi penyerapan karbon ini digadang-gadang bisa mempertahankan umur operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Namun, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Dharma, menyebut, teknologi tersebut membutuhkan biaya yang cukup tinggi bahkan lebih besar daripada ongkos transisi ke energi baru terbarukan (EBT).
"Diperkirakan teknologi ini akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan membangun energi terbarukan. Namun, CCUS diharapkan bisa menjadi solusi dalam mempertahankan PLTU yang belum di-phase out," ungkapnya kepada Alinea.id, Selasa (11/1).
Dia menjelaskan, pemakaian teknologi CCUS bertujuan mengurangi emisi karbon bagi pembangkit yang masih menggunakan energi fosil, terutama batu bara.
"Emisi karbon akan ditangkap menggunakan teknologi carbon capture, kemudian ada yang disimpan serta dimanfaatkan untuk kepentingan lain," jelasnya.
Akan tetapi, menurut Surya, yang menjadi masalah adalah tidak mudah di dalam menginjeksikan CO2 di kedalaman tertentu sehingga tidak kembali keluar.
"Tidak mudah menginjeksikan CO2, apalagi jika dilakukan ke kedalaman tertentu agar tidak mudah keluar kembali," ungkapnya.
Kemarin, Indonesia dan Jepang menjalin kerja sama transisi energi. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan (memorandum of cooperation/MoC) tentang "Realization of Energy Transitions" bersama Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, Hagiuda Koichi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyampaikan, kerja sama ini dimaksudkan untuk memfasilitasi kemitraan energi antara dua negara untuk merealisasikan transisi energi.
"Terima atas inisiatif terlaksananya kerja sama dan penandatangan MoC ini. Ini tentu saja upaya yang luar biasa dari pihak Jepang," ucapnya dalam keterangan resminya, Senin (10/1).
Sektor energi, menurutnya, akan menghadapi tantangan besar ke depannya. Ketergantungan pada energi fosil masih akan cenderung tinggi. Adanya sinergi ini diharapkan bisa menjadi proses alih teknologi demi mewujudkan percepatan transisi energi.
"Indonesia dan Jepang bisa mengembangkan bersama-sama teknologi carbon, capture, utilization, and storage (CCUS) dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Indonesia," tandasnya.