Dinamika perekonoman global yang mempengaruhi kenaikan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah, dikawatirkan berdampak pada penerimaan pajak. Oleh sebab itu, optimalisasi penerimaan perpajakan menjadi hal yang penting dan strategis untuk dilakukan, guna menaikkan pendapatan negara.
Selain itu, Direktur Ekskutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menjelaskan, program reformasi pajak perlu dilanjutkan dan dituntaskan. Berfokus pada perbaikan regulasi, perbaikan prosedur, peningkatan kualitas, integritas SDM, dan peningkatan layanan.
"Fairness audit pajak melalui Compliance Risk Management (CRM) juga perlu segera direalisasikan," ujar Yustinus, Senin (14/5) di Jakarta.
Meski di tengah perekonomian yang masih blelum stabil dan masih dalam tahap pemulihan, pertumbuhan pajak mencapai 9,94% pada triwulan I-2018. Penerimaan pajak mencapai Rp 333,77 triliun atau 17,17% dari target yang telah ditetapkan, yakni sebesar Rp 1.894,72 triliun.
Sedangkan pada penerimaan kepabeanan dan cukai baru mencapai 5,17% dari target yang ditetapkan pada 20178. "Pilihan kita adalah penerimaan atau pertumbuhan dan multiplier effect," terang Yustinus.
Oleh karena itu, Pemerintah perlu segera memulai program pembaruan administrasi perpajakan (core tax system). Presiden Jokowi pun diharapkan segera menandatangani Perpres yang menjadi dasar hukum pembaruan admnisitrasi perpajakan.
Dalam jangka pendek, implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI) perlu dibarengi kesiapan infrastruktur. Sebagai upaya memberi kemudahan dan menjamin akurasi, data, analisis, dan tidak lanjut.