Bakti Olah raga Djarum Foundation telah memutuskan untuk menghentikan Audisi Umum Beasiswa Bulu tangkis pada 2020. Keputusan itu didasari dengan adanya tudingan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebut Djarum Foundation telah mengekspolitasi anak melalui proses seleksi tersebut.
Keputusan tersebut mendapat sorotan dari sejumlah kalangan masyarakat, khusnya warganet. Dari pantauan Alinea.id, sejak Senin (9/9) pagi hingga petang pukul 15.00 WIB, tagar #BubarkanKPAI masih bertengger di pucuk trending topic di Twitter.
Alih-alih menyumbangkan bibit atlet pebulu tangkis profesional, sebagian warganet justru menyesalkan dengan keputusan Program Bakti (PB) Djarum. Lantas, warganet mengecam dengan tuntutan KPAI yang menjadi akar pencabutan audisi pebulu tangkis ternama itu.
Pakar Bisnis dan Marketing yang Juga Managing Partners Inventure Yuswohady menilai, tuaian pembelaan dari sebagian besar warganet atas respons keputusan berhentinya proses seleksi bulu tangkis itu merupakan buah dari keberhasilan program coorporate social responsibility (CSR) PT Djarum. Sebab menurutnya, program CSR itu dirancang untuk membangun persepsi positif ihwal suatu merek.
"CSR Djarum itu telah berhasil membangun persepsi bahwa coorporate citizen yang bagus begitu. Ketika warganet membela Djarum itu berarti branding-nya berhasil. Sehingga seolah-olah warganet enggak mau tahu kalau Djarum punya bisnis rokok yang punya dampak merusak kesehatan," kata Yuswohady, saat dihubungi Alinea.id, Senin (9/9).
Dia melihat, model bisnis perusahaan rokok lintingan itu mempunyai dua sisi. Sisi pertama, bisnis rokok perusahaan konglomerat Indonesia itu dapat berdampak buruk akan kesehatan. Namun di sisi lain, program CSR PB Djarum dapat mencitrakan bahwa PT Djarum dapat menyumbangkan kontribusinya bagi negeri dengan cara menciptakan atlet muda pebulu tangkis bertalenta.
"Dan CSR yang dilakukan Djrum itu efektif. Kan memang perusahaan rokok enggak boleh iklan kan, kalau begitu cara promosinya dengan cara lain salah satunya dengan membantu macam-macam bisa olah raga atau lingkungan. Tetapi perisitiwa ini menunjukan bahwa dengan kegiatan branding melalui CSR itu lebih powerfull pengaruhi publik, sehingga nama Djarum jadi positif, dan orang kemudian agak lupakan sisi negatif bisnis rokok Djarum," terang dia.
Selain itu, Yuswohady juga menilai, model branding rokok lintingan PT Djarum melalui program CSR PB Djarum telah melekat di publik. Tak heran, sejak beridirinya PB Djarum pada 1974, program tersebut telah berhasil melahirkan pebulu tangkis prosefsional mulai dari Liem Swie King hingga Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Tantowi Ahmad. Bahkan, dia menilai, moncernya segenap prestasi cabang olah raga bulu tangkis akibat dari adanya PB Djarum.
"Orang bahkan nyebutnya bukan branding lagi. Itu tanggung jawab Djarum terhadap dunia olah raga Indonesia khususnya di cabang bulu tangkis. Buktinya, Djarum bisa hasilkan atlet seperti Rudi Hartono, Liem Swie King gitu. Nah itu sudah puluhan tahun gitu, dan memang Djarum itu juga sungguh enggak cuma lip service gitu," ucap dia.
Kendati sudah melekat pada publik, Yuswohady menilai jika PT Djarum dapat mengamini tuntutan KPAI, ketenaran brand rokok kretek asal Kudus itu tetap dapat mempertahankan persepsi positif publik.
"Nama Djarum itu kan identik dengan rokok. Kita semua kan sudah ngerti bahwa kontribusi Djarum dalam mengembangkan olah raga itu sudah ngerti. Jadi tanpa ada nama dan logonya pun kita tahu. Dan jika Djarum betul-betul punya responsibility yang tulus artinya bukan dalam rangka branding ya sudah lakukan saja," ucapnya.