‘Tol Langit’ Palapa Ring, mimpi Jokowi bangun ekonomi digital di desa
Pada 14 Oktober 2019 di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya Palapa Ring alias “Tol Langit”. Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia, dengan panjang total 36.000 kilometer.
Berdasarkan situs web Kominfo.go.id, proyek ini terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik di Sumatera, Jawa, Kalimantan Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Maluku, serta satu jaringan penyalur untuk menghubungkan semuanya. Ada tiga paket pembangunan, yakni Palapa Ring Barat, Timur, dan Tengah.
Jaringan serat optik nasional ini akan menjangkau 514 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Proyek ini akan mengintegrasikan jaringan yang sudah ada dengan jaringan baru di wilayah timur Indonesia.
“Akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan sosial ekonomi melalui ketersediaan infrastruktur jaringan telekomunikasi berkapasitas besar yang terpadu, bisa memberikan jaminan kualitas internet dan komunikasi yang berkualitas tinggi, aman, dan murah,” tulis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di dalam situs webnya.
Industri telekomunikasi dan digital
Group Head Corporate Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan, keberadaan Palapa Ring menjadi solusi bagi industri telekomunikasi untuk bisa menghadirkan layanan di wilayah pelosok dan terluar.
“Hal ini sudah kami wujudkan dengan memanfaatkan jaringan tulang punggung Palapa Ring Barat untuk pengoperasian layanan 4G LTE di Kepulauan Anambas dan Natuna,” ujar Tri saat dihubungi Alinea.id, Jumat (18/10).
Tri menuturkan, Palapa Ring Tengah sedang dalam tahap instalasi di beberapa area. Sedangkan Palapa Ring Timur, tengah dilakukan pertimbangan area yang paling tepat, sesuai strategi perusahaan.
“Banyak faktor yang menjadi pertimbangan untuk masuk ke suatu area baru, misalnya jumlah populasi penduduk, potensi pengguna data, potensi ekonomi daerah, skala ekonomi masyarakat, dan nilai strategis suatu wilayah,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Information and Communicaton Technology (ICT) Heru Sutadi menyarankan, ada dialog serius antara pemerintah dengan operator telekomunikasi. Tujuannya, peran masing-masing dalam membangun infrastruktur jaringan bisa berjalan efisien.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan harga sewa Palapa Ring yang tidak terlalu mahal. Hal itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi operator yang ingin bergabung, memasukkan jaringannya ke daerah-daerah.
Menurut Heru, harga sewa Palapa Ring Timur sangat mahal. Masalahnya, di daerah timur juga tak menarik bagi para operator karena populasinya yang tak terlalu besar.
“Sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang tak layak untuk bisnis,” ujar Heru saat dihubungi, Jumat (18/10).
Ia menyarankan, pemerintah mengkaji ulang harga sewa Palapa Ring. Menurutnya, Palapa Ring Timur bisa digratiskan.
"Biar banyak operator yang berbondong-bondong kalau gratis," tuturnya.
Lebih lanjut, Heru mengatakan, pemerintah memang harus bertanggung jawab membangun infrastruktur jaringan di wilayah yang dianggap tak layak untuk bisnis. Sebab, pemerintah sudah mendapatkan sumbangan dana dari operator telekomunikasi.
"Itu kan ada dana USO (universal service obligation/obligasi pelayanan universal). Jadi, kalau di Indonesia konsepnya, operator menyumbang 1,25% dari pendapatannya kepada negara untuk membangun wilayah yang tidak komersial," katanya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede menuturkan, Palapa Ring sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, terutama industri fintech.
“Industri fintech sangat bergantung pada infrastruktur jaringan telekomunikasi. Sebab, perluasan market pengguna fintech bisa dilakukan dengan adanya dukungan jaringan telekomunikasi,” kata Tumbur saat dihubungi, Jumat (18/10).
Ekonomi di desa
Heru mengatakan, infrastruktur jaringan internet di Indonesia masih belum merata. Menurutnya, jaringan di bagian timur dan barat Indonesia tidak seimbang.
Palapa Ring, kata dia, menjadi salah satu solusi pemerintah untuk mempercepat dan menyeimbangkan jaringan internet di seluruh Indonesia.
"Diharapkan nantinya internet di timur, seperti di Papua bisa lebih cepat, tidak ketinggalan dari internet yang ada di Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya," kata Heru.
Di samping itu, Tumbur menjelaskan, pemerintah daerah juga harus mendorong masyarakat untuk terbiasa dengan digitalisasi. Sebab, bila tidak Palapa Ring yang dibangun pemerintah justru tak akan berjalan sesuai harapan.
“Karena teknologi secanggih apa pun, bila masyarakat tidak mampu menggunakan akan sama saja,” kata CEO PT Digital Tunai Kita itu.
Sementara itu, akademikus dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menuturkan, dibangunnya Palapa Ring bisa menggerakkan potensi pedesaan di Indonesia dengan cepat.
Rhenald mengatakan, meratanya infrastruktur jaringan internet di seluruh pelosok, harus diikuti dengan kemampuan masyarakat dalam mencerna dan memahami dunia wirausaha digital.
Dengan begitu, masyarakat bisa dengan mudah berwirausaha di desa. Inflasi di daerah pun, kata dia, bisa dikendalikan.
"Mereka bisa beli beras, langsung lewat Tokopedia, Bukalapak, yang harganya jauh lebih murah," tuturnya saat dihubungi, Jumat (18/10).
Selain itu, masyarakat desa dapat melakukan inovasi dengan cara baru melalui internet. Hal itu menjadi modal penting untuk mengembangkan kemampuan dalam berwirausaha.
"Di internet itu banyak tata cara. Kita bisa tahu, misalnya cara berternak lebah madu itu ada di YouTube," katanya.
Rhenald mengatakan, Palapa Ring harus dimanfaatkan untuk menjadikan masyarakat desa sebagai produsen.
Heru Sutadi pun yakin Palapa Ring akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1%-1,5%. Heru juga percaya, Palapa Ring mampu melahirkan unicorn baru di Indonesia. Namun, membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Butuh 7-8 tahun untuk jadi unicorn, jadi perlu proses," katanya.
Di sisi lain, kata dia, infrastruktur jaringan internet di Indonesia otomatis akan mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Hal itu harus bisa dimaksimalkan, terutama untuk memberdayakan ekonomi yang bersifat kerakyatan.
"Jangan sampai nanti internetnya cepat, yang untung malah Facebook, Google, e-commerce-nya nanti Alibaba yang masuk," ujarnya.
Pekerja rumah
Meski memiliki peluang cerah membangun perekonomian digital di pedesaan, sayangnya proyek Palapa Ring masih menyisakan pekerjaan rumah.
Tumbur Pardede mengatakan, pemerintah tak cukup hanya membangun perangkat infrastruktur jaringan. Masalahnya, masih banyak masyarakat di desa yang belum punya smartphone. Ia menyebut, pemerintah juga harus memikirkan untuk bisa memberi lebih banyak kemudahan.
"Semacam subsidi bagi masyarakat daerah terpencil untuk bisa dapatkan akses itu dengan murah," ucapnya.
Beberapa pekerjaan rumah yang harus dituntaskan juga disebutkan Heru Sutadi. Ia menjelaskan, Palapa Ring tak serta merta membuat internet di Indonesia menjadi cepat. Masih butuh waktu sekitar satu hingga dua tahun untuk mendukung Palapa Ring berakselerasi secara maksimal.
Sebab, Palapa Ring masih sekadar backbone (saluran utama). Masih butuh infrastruktur penunjang lainnya sebagai penghubung dan akses yang harus dibangun pemerintah, terutama Kemkominfo.
"Palapa Ring itu ibarat jalan raya besar, dia hanya jaringan transmisi,” kata Heru.
Akses yang dimaksud Heru bisa memakai nirkabel menara pemancar telepon seluler (base transceiver station/BTS) atau ditarik hingga ke rumah-rumah dengan serat optik. Bila belum lengkap, belum bisa dikatakan internet cepat.
“Tapi menuju internet cepat. Jadi, belum merdeka sinyal kita ini,” ujarnya.