Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2020 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur berdasarkan pada gini ratio mengalami peningkatan menjadi 0,385.
Angka ini meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2020 sebesar 0,381, dan meningkat 0,005 poin dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380.
"Secara nasional, sejak September 2014 sampai 2019 gini ratio mengalami penurunan, namun akibat adanya pandemi Covid-19, nilai gini ratio kembali mengalami kenaikan pada Maret 2020 dan September 2020," kata kepala BPS, Kecuk Suhariyanto dalam keterangan pers virtual, Senin (15/2).
Dia memaparkan, gini ratio perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399, naik dibanding gini ratio Maret 2020, sebesar 0,393. Sementara gini ratio September 2019 tercatat 0,391.
Berikutnya, gini ratio perdesaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,319, naik dibanding gini ratio Maret 2020 sebesar 0,317, dan gini ratio September 2019 sebesar 0,315.
Sementara itu, berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah adalah sebesar 17,93%.
"Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2020 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah," ujarnya.
Dan jika dirinci menurut wilayah, di perkotaan angkanya tercatat sebesar 17,08%. Ini berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah. Sementara untuk perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,89%, yang berarti tergolong dalam kategori ketimpangan rendah.
Pada September 2020, provinsi yang mempunyai nilai gini ratio tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar 0,437. Sementara gini ratio terendah tercatat di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,257.
Jika dibandingkan dengan gini ratio nasional sebesar 0,385, maka terdapat tujuh provinsi dengan angka gini ratio lebih tinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta 0,437, Gorontalo 0,406, DKI Jakarta 0,400, Jawa Barat 0,398, Papua 0,395, Sulawesi Tenggara 0,388, dan Nusa Tenggara Barat 0,386.