close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi obligasi. Foto dokumentasi.
icon caption
Ilustrasi obligasi. Foto dokumentasi.
Bisnis - Bursa
Minggu, 01 Desember 2024 18:42

Pasar obligasi bergejolak, bagaimana prospek 2025?

Setelah terus menguat sejak bulan Mei, pasar obligasi melemah 1,01% di bulan Oktober 2024. Bagaimana prospek 2025?
swipe

Memasuki penghujung tahun 2024, pasar obligasi diliputi dengan ketidakpastian. Setelah terus menguat sejak bulan Mei, pasar obligasi melemah 1,01% di bulan Oktober 2024, menurut Indeks Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond atau BINDO Index. 

Bagaimana prospek pasar obligasi 2025?

Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Laras Febriany mengatakan sentimen pasar di bulan Oktober banyak dipengaruhi oleh faktor global, di mana pasar menantikan pemilu presiden Amerika Serikat (AS) dan keputusan suku bunga bank sentral AS, The Fed di awal November.

"Kembali terpilihnya Trump sebagai presiden menjadi sentimen negatif bagi pasar negara berkembang karena potensi kebijakan Trump yang proteksionis dan mengedepankan kepentingan domestik Negeri Paman Sam," ujarnya belum lama ini.

Ketidakpastian ini menyebabkan pasar cenderung mengambil langkah hati-hati alias wait and see sehingga imbal hasil surat utang negara AS, US Treasury naik 50 basis poin dari 3,78% ke level 4,28%. Adapun imbal hasil surat berharga negara (SBN) dengan tenor 10 tahun juga naik 34 basis poin dari 6,45% ke 6,79%. 

Menurutnya, pasar global sejak tahun 2022 diliputi kondisi inflasi tinggi dan naiknya suku bunga secara agresif untuk mengatasi laju inflasi tersebut. Dia meramal, tahun 2025 menjadi lembaran baru bagi ekonomi dunia dan pasar finansial. Dunia memasuki era pelonggaran moneter serentak seiring inflasi global yang sudah terkendali. Kondisi ini menjadi iklim yang suportif bagi kinerja ekonomi dan pasar finansial.

Di sisi lain, terdapat elemen ketidakpastian yang harus diperhatikan. Dari pertumbuhan ekonomi global, di mana pertumbuhan ekonomi dua ekonomi terbesar dunia, AS dan China, diperkirakan akan melemah di 2025. Iklim suku bunga tinggi akan semakin berdampak pada ekonomi AS di 2025, walau potensi kebijakan pro-pertumbuhan Trump menjadi faktor yang harus diperhatikan. Sementara itu, China masih berkutat dengan masalah di sektor properti yang memengaruhi ekonominya secara keseluruhan.

Faktor ketidakpastian kedua adalah dari transisi pemerintah baru di AS dan Indonesia.

"Pasar menantikan langkah kebijakan Trump dan dampaknya pada dunia, sementara di domestik pasar juga menantikan terobosan kebijakan dari Presiden Prabowo," ujarnya. 

Menurutnya, pasar memiliki peluang yang menarik dari potensi pemangkasan suku bunga lebih lanjut. Meski demikian, diprediksi akan terjadi volatilitas jangka pendek lantaran pasar menantikan kejelasan transisi pemerintahan dan outlook ekonomi.

Strategi investasi

Di tengah dinamika pasar, menurutnya, pasar obligasi masih menarik. Arus dana asing diperkirakan akan masuk ke pasar obligasi Indonesia didukung tingkat imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik dan adanya ruang pemangkasan suku bunga. Daya tarik obligasi dalam negeri juga didukung oleh stabilitas makroekonomi dan rekam jejak kredibilitas pengelolaan fiskal pemerintah.

Dia menyarankan investor tetap berinvestasi untuk menangkap potensi dari pemangkasan suku bunga lebih lanjut, tapi tetap menjaga risiko dengan memiliki portofolio yang terdiversifikasi.

Dalam portofolio yang terdiversifikasi, investor dapat memanfaatkan alokasi di reksa dana obligasi, yang menawarkan karakteristik defensif namun tetap menangkap potensi upside dari pemangkasan suku bunga. "Reksa dana obligasi memiliki keunggulan dari portofolionya yang terdiversifikasi, dikelola oleh manajer investasi, serta memiliki fleksibilitas untuk melakukan pencairan atau pembelian kapan saja dengan harga unit yang jelas," tuturnya. 

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan