close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi suplemen/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi suplemen/Pixabay.com
Bisnis
Selasa, 13 Februari 2018 12:14

Pasar suplemen vitamin dan diet berpeluang tumbuh di 2018

Optimisme pertumbuhan ekonomi dan tingkat populasi yang terus menanjak membantu pasar suplemen vitamin dan diet semakin membesar.
swipe

Perubahan gaya hidup masyarakat urban memicu meningkatnya ongkos belanja suplemen vitamin dan beragam obat penurun berat badan. Bagi mereka yang aktif bekerja, konsumsi vitamin adalah wajib hukumnya demi menjaga stamina agar tetap prima di mata atasan dan klien. Di sisi lain, mereka yang peduli dengan penampilan, diet dengan mengatur pola makan ataupun mengonsumsi obat pelangsing menjadi solusi menuju berat badan ideal. 

Optimisme pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% hingga 5,4% dan tingkat populasi yang terus menanjak membantu pasar suplemen vitamin dan diet semakin membesar di tahun Anjing Tanah ini. Kesadaran akan kesehatan juga menjadi motor penggerak konsumsi suplemen vitamin dan diet. Sebab, risiko terkena diabetes cukup tinggi bagi mereka yang termasuk kategori kegemukan. 

Berdasarkan survei terakhir dari Kementerian Kesehatan, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 20,7% dari total populasi di tahun 2016. Angka ini lebih tinggi ketimbang survei di tahun 2013 yang menunjukkan penderita obesitas mencapai 15,4%. Ditambah lagi dengan popularitas kedai kopi, es krim dan aneka jenis kue yang mendorong penyerapan gula dan kalori dalam tubuh. Untuk mengimbanginya, mereka akan membeli aneka jenis suplemen diet yang dipercaya bisa menurunkan kadar lemak.

Euromonitor International memprediksi penjualan suplemen vitamin dan diet di tahun 2018 ini mencapai Rp 20, 74 trilliun, naik tipis dibandingkan dengan tahun 2017 yakni Rp 20,11 triliun. Suplemen untuk tulang bersaing ketat dengan kecantikan. Keduanya menguasai pasar suplemen vitamin dan diet sebesar 35%. Di tahun depan, Euromonitor Internasional melihat pasar suplemen vitamin dan diet tembus Rp 21,2 triliun.

 

 

Walau memiliki potensi besar untuk tumbuh, pemain suplemen vitamin dan diet di pasar Indonesia harus berhati-hati. Pasalnya, suplemen vitamin dan makanan belum menjadi kebutuhan konsumen Indonesia, terutama yang berasal dari segmen menengah ke bawah. Makanya, seabrek kegiatan promosi harus dilakukan oleh perusahaan untuk menarik konsumen seperti kampanye minum vitamin dan suplemen makanan setiap hari. Tak heran jika persaingan antar pemain semakin ketat untuk memperebutkan kue suplemen vitamin dan diet. Kekhawatiran lesunya daya beli masyarakat di tahun 2018 juga mampu mengerem laju pertumbuhan pasar suplemen vitamin dan diet. 

Selain gencar melakukan promosi, perusahaan juga harus memasang strategi seperti kemasan yang lucu terutama untuk vitamin kategori anak-anak, pemasangan gambar kartun yang lucu akan menarik orang tua membeli produk tersebut. Lalu, meluncurkan produk dengan bentuk gummies atau jelly. Memperbanyak saluran distribusi penjualan ke lokal supermarket, minimarket dan convenience store mampu mendongkrak penjualan ketimbang mengandalkan apotik ataupun toko obat. 

PT Dexa Medica baru saja meluncurkan produk Stimuno dengan kemasan baru. Sebelumnya Stimuno telah hadir dengan kemasan botol dan kapsul. Perusahaan memilih cara ini guna menyiasati daya beli konsumen yang menurun. 

Produsen vitamin juga harus melihat produk apakah yang paling populer. Misalnya untuk vitamin C paling digemari lantaran manfaatnya yang dibutuhkan. Sedangkan produk laris di kategori suplemen diet adalah minyak ikan atau asam lemak. Lalu, produk yang mengandung bahan herbal juga banyak menjadi buruan masyarakat.

Kekhawatiran menurunnya daya beli direspon dengan minimnya produk baru. Sebab, perusahaan masih menghitung antara ongkos promosi dan produksi dengan seberapa besar daya beli masyarakat. Hal ini bisa terlihat dari jumlah izin edar yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di bulan Januari hingga 7 Februari 2018, BPOM menelurkan 45 izin edar baru untuk kategori suplemen makanan. Sementara, pada periode yang sama tahun lalu, jumlah izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM sebanyak 73 izin edar. Sepanjang tahun 2017 lalu, BPOM menerbitkan sekitar 616 izin edar untuk kategori suplemen makanan.

 


Tak hanya bersaing dengan pemain lokal, perusahaan pembuat suplemen vitamin juga harus berkompetisi dengan produk impor. Hal ini terlihat dari nilai impor produk dengan HS Code 2936 yang makin gendut. Di periode tahun 2013 hingga 2016, pertumbuhan impor rata-rata 5% setiap tahunnya, kecuali tahun 2015 dimana impor turun hampir 10% dari tahun 2014. Sedangkan di Januari hingga September 2017, impor HS Code 2936 tercatat mencapai US$ 127,49 juta, tumbuh dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar US$ 121,96 juta. 

 

 

Guna meredam laju impor, BPOM sebenarnya telah mensyaratkan adanya Surat Keterangan Impor (SKI) sebelum memasukkan produknya ke Indonesia. Pengurusan SKI ini juga terkenal rumit dan mahal. Sebelum mengantongi SKI dari BPOM, importir harus memiliki izin edar terlebih dahulu dan memenuhi ketentuan impor dari aspek keamanan. Lalu, produk impor juga harus memenuhi persyaratan masa simpan dua pertiga dari masa simpan. Maraknya produk impor lantaran harganya lebih kompetitif dibandingkan dengan produk dalam negeri. 

 
img
Fira Fauziah
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan