Dukungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam penyerapan produksi jagung di dalam negeri sebagai bahan baku industri, merupakan salah satu upaya untuk mengamankan pasokan bahan baku bagi industri pangan untuk menjaga kelangsungan usaha dan meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional. Langkah ini juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri.
“Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan saat ini mencapai delapan hingga sembilan juta ton per tahun, hampir 100% dari kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri,” ujar juru bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, Jumat (6/5).
Namun, Febri mengatakan pada 2021 kebutuhan bahan baku jagung industri pangan mencapai sekitar 1,2 juta ton yang hanya dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebesar 7.000 ton. Sementara itu, dengan adanya investasi baru di industri tepung jagung dalam negeri, diharapkan permintaan jagung di industri makanan akan meningkat menjadi sekitar 1,5-1,6 juta ton pada 2022.
Rendahnya pasokan jagung ke industri pangan dalam negeri disebabkan sulitnya memperoleh jagung dengan kadar aflatoksin di bawah 20 ppb (parts per billion). “Ini adalah kadar aflatoksin maksimal pada jagung yang dibutuhkan industri pangan. Sedangkan untuk bahan baku industri pakan, kadar aflatoksin maksimal 50 ppb,” kata Febri, dalam keterangan resminya.
Aflatoksin adalah kontaminasi mikotoksin yang dihasilkan oleh metabolisme jamur Aspergillus flavus, yang ada di jagung dan kacang-kacangan dan bersifat karsinogenik. Asupan jangka panjang dari tingkat aflatoksin yang berlebihan dapat berbahaya bagi kesehatan.
Amerika Serikat menetapkan kandungan aflatoksin total maksimum 20 ppb dalam makanan. Sementara itu, UE memiliki peraturan yang lebih ketat tentang kandungan aflatoksin total dalam makanan, hingga 4 ppb, dan bahkan susu formula pun harus bebas aflatoksin.
Di Indonesia, standar dalam SNI 8926:2020 tentang kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan dan pakan menggunakan 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan.
Dalam SNI ini, selain kandungan aflatoksin total, juga ditentukan kadar air maksimum jagung. Hal ini juga merupakan salah satu parameter persyaratan mutu yang penting yang digunakan oleh industri dalam memilih jagung sebagai bahan baku industri khususnya pangan.
Untuk mendapatkan jagung dengan kandungan aflatoksin total kurang dari 20 ppb, jagung yang dipanen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yang tidak mengandung kadar air yang signifikan, seperti silo. Masalahnya, jumlah pengering dan silo yang saat ini digunakan untuk menyimpan jagung sangat terbatas. Akibatnya produksi jagung dalam negeri tidak maksimal menjadi bahan baku yang memenuhi standar industri pangan.