Koreksi rupiah ternyata menggerus cadangan devisa hingga US$ 3,92 miliar setara Rp54 triliun dalam sebulan.
Bank Indonesia telah merilis data cadangan devisa. Dari data yang dirilis tersebut, cadangan devisa mencapai US$ 128,05 miliar per 28 Februari 2018. Turun 2,97% dari periode 31 Januari 2018 yang mencapai US$ 131,98 miliar.
Direktur Eksekutif Komunikasi BI Agusman, mengatakan posisi cadangan devisa akhir Februari 2018, tercatat sebesar US$128,06 miliar. Kendati masih cukup tinggi, tetapi lebih rendah dibandingkan posisi akhir Januari 2018 sebesar US$131,98 miliar.
Posisi itu cukup untuk membiayai 8,1 bulan impor atau 7,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sekaligus berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tuturnya dalam keterangan resmi.
Penurunan cadangan devisa pada Februari 2018, dipengaruhi penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Penurunan cadangan devisa juga dipengaruhi menurunnya penempatan valuta asing perbankan di Bank Indonesia.
Sejalan dengan kebutuhan pembayaran kewajiban valas penduduk. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai untuk mendukung ketahanan eksternal seiring dengan kuatnya prospek perekonomian domestik dan kinerja ekspor yang positif.
Apalagi akan ada tambahan devisa dari hasil penerbitan sukuk global pemerintah sebesar US$ 3 miliar pada Maret 2018. BI mengklaim akan menjaga kecukupan cadangan devisa, guna mendukung stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore (7/3), bergerak menguat tipis sembilan poin menjadi Rp13.758 dibanding posisi sebelumnya Rp13.767 per dollar AS.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova, mengatakan, sentimen fundamental ekonomi Indonesia yang baik menjadi salah satu faktor menjaga pergerakan rupiah. "Inflasi kita masih terjaga, fiskal juga baik, itu menjadi salah satu faktor yang mendukung di tengah sentimen eksternal yang cenderung negatif," katanya seperti dilansir Antara.
Kenaikan peringkat oleh lembaga Rating and Investment Information, Inc (R&I) turut menjadi sentimen positif bagi mata uang domestik.
Kendati demikian, pergerakan mata uang rupiah relatif masih terbatas menyusul Amerika Serikat yang akan menerapkan kebijakan proteksionis, situasi itu dapat memicu perang dagang di dunia, yang dikhawatirkan mengganggu ekonomi global.
Ekonom dari lembaga kajian pembangunan ekonomi dan keuangan (Indef), Aviliani mengharapkan Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di level tertentu, di tengah sentimen global yang cenderung kurang mendukung.
"BI harus bisa menjaga rupiah di level psikologis tertentu, sehingga tidak membuat kekhawatiran di pasar," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (7/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.763 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.750 per dolar AS.