Rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar AS setelah Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga sebesar 5,25% di Juli. Kondisi tersebut mulai dikhawatirkan analis.
Research Analyst FXTM, Lukman Otunuga, mengaku khawatir melihat rupiah terus tertekan. Padahal, BI berusaha memperketat kebijakan moneter secara agresif selama dua bulan terakhir.
"Walaupun BI mempertahankan posisi 'hawkish', namun tidak banyak membantu rupiah yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal," jelas dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/7).
Dollar AS cenderung berkibar, menjadi tema dominan di pasar di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga AS dan ketegangan dagang global yang memengaruhi sentimen. Hal itulah yang dinilai membuat rupiah dan banyak mata uang pasar negara berkembang lainnya semakin melemah.
Para trader teknikal akan terus mengamati bagaimana dollar AS bertahan di atas level psikologis Rp14.000 per dollar AS. "Level kunci berikutnya adalah di kisaran 14.750," tutur dia.
Berdasarkan data Yahoo Finance, pada pembukaan perdagangan sesi pagi, rupiah dibuka dilevel Rp14.468 per US$. Hingga pukul 15.00, US$ diperdagangkan dikisaran Rp14.468-14.540. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 6,39% terhadap US$ di sepanjang tahun ini.
Sementara, pengamat valas Farial Anwar mengatakan faktor global ikut memengaruhi perkembangan suku bunga Amerika Serikat diperkirakan akan naik 2-3 kali lagi.
Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China serta Amerika Serikat dengan Uni Eropa dikhawatirkan mengganggu dunia usaha internasional. China bahkan melakukan devaluasi mata uangnya untuk membalas kebijakan yang ditempuh AS.
"Inilah kenapa investor asing lebih milih mata uang yang aman di saat ekonomi dunia bergejolak, yakni dollar AS," tutur dia.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik. "Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman.
Meski Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan, ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara.
"Kita mau menggunakan B20. Penerimaannya hampir US$ 4 miliar dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500.000 ton biodiesel saja, saya kira sudah hampir US$1 miliar. Jadi defisit current account atau transaksi berjalan kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Luhut memastikan kondisi rupiah tidak perlu dikhawatirkan meski kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dollar AS, melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp14.418 per dollar AS.