PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan atau trading halt sistem perdagangan pada Selasa (18/3) pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). Dikutip dari Antara, pembekuan perdagangan disebabkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSD) yang mencapai lebih dari 5%.
Tindakan itu dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00024/BEI/03-2020 tentang Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Keadaan Darurat.
Di penutupan perdagangan sesi I, Selasa (18/3), IHSG tercatat ditutup melemah 395,87 poin atau 6,12% ke posisi 6/076,08. Sedangkan indeks LQ45 tercatat turun 38,27 poin atau 5,25% ke posisi 691,08.
Dilaporkan Nikkei Asia, BEI menghentikan perdagangan selama 30 menit. Saat perdagangan dilanjutkan, indeks turun hingga 7,1% pada satu titik, sebelum kembali menguat.
Sebelumnya, dilaporkan Kontan, trading halt pernah dilakukan BEI beberapa kali ketika pandemi Covid-19. Trading halt pertama terjadi pada 12 Maret 2020 pukul 15.33 JATS, kedua dilakukan pada 13 Maret 2020 pukul 09.15 JATS, ketiga terjadi pada 17 Maret 2020 pukul 15.02 JATS, dan ketiga dilakukan pada 19 Maret 2020 pukul 09.37 JATS.
Dilansir dari Antara, trading halt diberlakukan supaya perdagangan tak semakin anjlok karena kepanikan, sekaligus memberi waktu bagi investor untuk mencerna situasi dan mengambil keputusan dengan lebih rasional.
Trading halt bukan cuma diterapkan di Indonesia, namun juga di banyak bursa saham di dunia, seperti di Amerika Serikat, Jepang, China, dan Korea Selatan. Fungsinya sebagai rem otomatis guna menghindari jatuhnya indeks secara berlebihan dalam waktu singkat.
Bila IHSG mengalami penurunan lebih dari 5% dalam satu sesi perdagangan, maka bursa bakal menghentikan perdagangan selama 30 menit. Bila usai perdagangan dibuka kembali IHSG mengalami penurunan lebih dari 10%, maka perdagangan akan dihentikan lagi selama 30 menit. Bila koreksi terus berlajut hingga lebih dari 15%, maka perdagangan bisa dihentikan hingga akhir sesi atau bahkan diperpanjang ke hari berikutnya dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalau trading halt tidak dilakukan, maka indeks IHSG akan terus merosot. Ini terjadi karena kebijakan-kebijakan ekonomi yang menurut saya blunder, tidak sesuai dengan pakem-pakem pada teori ekonomi,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti kepada Alinea.id, Selasa (18/3).
Menurut Esther, dampak terburuk dari trading halt adalah perdagangan saham yang mandek. Akibatnya, akan menghambat investasi.
“Dan semakin membuat ketidakpercayaan dari masyarakat, terutama dari pasar akan makin meningkat,” kata Esther.
Esther menambahkan, ada banyak faktor yang membuat IHSG anjlok. Bukan cuma isu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tengah ramai menuai polemik, namun juga kemungkinan dipicu isu-isu lainnya.
Akan tetapi, yang lebih penting, menurut Esther, publik sudah melihat beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah lebih mendorong kontraksi ekonomi. Misalnya, relokasi anggaran yang dikemas dengan bahasa efisiensi anggaran.
“Padahal sebenarnya tidak ada anggaran yang diefisienkan, yang ada adalah relokasi anggaran. Anggaran dari kantong A gitu dikurangi, dialihkan ke kantong B,” tutur Esther.
Esther menjelaskan, relokasi anggaran tersebut dialihkan untuk tiga program besar, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Danantara, dan pembangunan tiga juta rumah. Padahal, tiga program tersebut belum tentu akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, sehingga publik melihat program itu belum tentu berhasil.
“Bentuknya seperti apa, mekanisme dan prosedurnya seperti apa, itu belum jelas,” ujar Esther.
Hal itu, kata Esther, membuat pasar menjadi tidak percaya. Jika terjadi terus-menerus, Esther khawatir ekonomi akan semakin terkontraksi.
“Bisa saja terjadi rebound, tetapi kan ini masalah trust dari pasar. Kalau pasar itu trust, maka IHSG akan bisa lebih baik,” kata Esther.
Namun, sebaliknya, kalau pasar tidak ada lagi kepercayaan, maka membuat IHSG anjlok. Jika tidak ingin menjadi lebih buruk, Esther menyarankan pemerintah melakukan berbagai koreksi dari kebijakan yang sudah dikeluarkan.
“Agar pasar itu menjadi lebih trust dengan situasi yang seperti ini,” ucap Esther.