Pemerintah menyatakan penyelesaian pembebasan lahan untuk proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek diperkirakan mundur lagi hingga pertengahan Agustus 2019. Sebelumnya pembebasan lahan ditargetkan bisa rampung akhir Juli ini.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan hingga saat ini, dari 181 bidang tanah yang belum bebas, baru 55% lahan yang dibebaskan.
"Ya tinggal 45 persen. Tadi kita berusaha (upayakan) percepatan, paling tidak tadi disepakati mungkin pertengahan Agustus ini bisa (selesai)," ujarnya ditemui di Kemenko Maritim Jakarta, Kamis (25/7).
Zulfikri mengatakan lahan yang perlu dibebaskan paling banyak terdapat di titik yang dijadikan depo yakni di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.
Meski progresnya lambat, ia menyebut pembebasan lahan terus dilakukan. Ia juga memastikan tidak ada kendala terkait harga karena semua proses didahului dengan musyawarah.
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama Adhi Karya (Persero) Tbk. Budi Harto selaku kontraktor proyek LRT Jabodebek, mengatakan pembebasan lahan diharapkan bisa selesai sebelum 17 Agustus 2019.
Menurut Budi, setelah proses lahan selesai, pihaknya akan bisa langsung melanjutkan proyek pembangunan.
"Yang di depo Bekasi Timur sudah dipancang 100 titik, begitu bebas langsung turun ke lapangan," ujarnya.
Budi mengatakan pembebasan lahan yang berlangsung lama hingga hampir setahun turut menghambat progres pekerjaan. Namun, pihaknya mengaku masih harus menghitung pembengkakan biaya proyek karena molornya jadwal kontruksi.
"Jadi dijalan ada 20 'pier' (tiang pancang) yang belum bisa dibangun, yaitu di Bekasi Timur dan depo," ujarnya.
Secara total, progres pembangunan LRT Jabodebek telah mencapai sekitar 65% untuk tiga rute yakni Cibubur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas dan Cawang-Bekasi Timur.
Tulang punggung Jabodetabek
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan angkutan massal akan menjadi “tulang punggung” transportasi perkotaan.
Budi mengatakan hal itu karena munculnya moda baru, seperti MRT dan LRT serta pengembangan Bus Rapid Transit seperti bus Transjakarta.
Selain itu, menurut dia, angkutan massal merupakan solusi kemacetan di perkotaan.
“Ini menjadi keniscayaan yang pasti akan terjadi suatu waktu tertentu. Karena tanpa angkutan massal, kita tidak bisa memberikan layanan pada masyarakat dengan baik artinya kemacetan ada di mana -mana,” katanya.
Menurut dia, adanya era baru transportasi juga tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan teknologi, seperti integrasi sistem pembayaran yang sudah nontunai.
“Perkembangan industri 4.0 ini keniscayaan, apa yang kita persiapkan untuk mengisi dari konteks transportasi. Konektivitas adalah hal yang penting,” ujarnya.
Selain angkutan penumpang, lanjut dia, jalur logistik juga menjadi penting agar harga barang bisa sama di barat maupun timur Indonesia. Upaya ini dilakukan melalui program tol laut.
“Kita juga melakukan identifikasi serta evaluasi program tol laut ini bagaimana memasok barang dengan lebih sistematis,” katanya.
Untuk itu, menurut Budi, pembangunan infrastruktur harus dilanjutkan karena dinilai berimplikasi terhadap pembangunan ekonomi.
Menurut dia, pembangunan infrastruktur akan bermanfaat bagi industri kecil dan mikro, pariwisata, perkebunan dan perikanan.