Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJK) Isa Rachmatarwata mengatakan, pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF) akan lebih difokuskan untuk mencari revenue sebanyak-banyaknya dan mendukung pembangunan proyek yang komersial.
"LPI sebetulnya lebih kepada memaksimalkan nilai aset agar mendapatkan revenue sebanyak-banyaknya. Karena memang kita akan gunakan profit SWF ini untuk membangun negara kita, mungkin tidak ke bidang-bidang yang secara komersial tidak visible," katanya dalam diskusi daring, Jumat (20/11).
Isa mencontohkan, pembangunan proyek yang tidak visible dan tidak komersial seperti pembangunan rumah sakit di daerah 3T (terluar, terpencil, tertinggal).
"Misal, kita mau membangun rumah sakit di daerah 3T, itu enggak komersial. Kami tidak melihat LPI ke situ," ujarnya.
Ada tiga jenis SWF yang saat ini berkembang di dunia. Pertama adalah yang memaksimalkan aset negara agar memiliki nilai tambah yang lebih besar, dan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.
Kedua, adalah SWF yang berkonsentrasi pada pembangunan di suatu negara. Jadi pengelola investasi akan fokus untuk mencari sumber-sumber pembiayaan yang aman digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
"Jadi memang tujuannya adalah cari duit untuk membangun di negara, yang biasanya projeknya itu dari taraf commercial visible sampai yang tidak visible secara komersial. Ada proyek sosial yang kemudian dikerjakan," ucapnya.
Ketiga, adalah SWF yang dibikin untuk kepentingan menjaga stabilitas keuangan negara. Kelompok stabilisasi ini biasanya untuk mendukung kebijakan countercyclical dari pemerintah.
"Biasanya pada saat ekonomi bagus, akan mencoba mengakumulasi aset. Tetapi saat ekonomi negaranya terganggu, bisa melakukan cash fund untuk aset, supaya uang tunai tetap stabil," tuturnya
Dan Indonesia, lebih fokus pada penggabungan model SWF jenis pertama dan kedua di LPI. Yaitu, memaksimalkan aset yang dimiliki untuk mencari revenue, sembari mencari dukungan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur.
Hanya saja, LPI nantinya tidak hanya fokus pada model SWF pertama dan kedua, namun dalam operasinya juga akan dijalankan dengan mengelola dana investasi portofolio atau portofolio investment management, yakni dengan melakukan jual beli saham, surat utang dan produk investasi lainnya.
Sebab, berdasarkan mandat dari UU No.11/2020, dana awal LPI sebesar Rp15 triliun tidak boleh menjadi idle money atau dana menganggur. Jadi, dana yang telah dimiliki LPI akan disalurkan sedikit untuk portofolio investment.
"Tetapi mandat yang utama bukan itu. Harus investasi langsung ke infrastruktur. Misalnya untuk perusahaan mengembangkan teknologi," ucapnya.
Namun, dia buru-buru mengatakan bahwa LPI tidak sama fungsi dan tugasnya dengan fund manager atau lembaga yang hanya mengelola dana investasi dalam bentuk jual beli saham.
"Kalau dalam konteks mengelola uang aset negara plus aset dari mitra, kita alokasikan dengan berinvestasi pada bidang-bidang tertentu, dalam pengertian itu, iya. Tetapi kalau disamakan dengan fund manager, yang kemudian mengelola portofolio buat beli saham dan sebagainya, itu enggak," ujarnya.