Pemberian izin penggunaan air tanah harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian karena bisa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (8/1) melakukan penyederhanaan terhadap proses perizinan pengusahaan dan pemanfaatan air tanah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2024. Langkah ini dilakukan dengan memangkas persyaratan dari semula 13 persyaratan menjadi hanya tiga persyaratan.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyebut kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha sekaligus memastikan pengelolaan air tanah yang berkelanjutan.
“Dengan Permen ESDM ini, kami berupaya menata pemanfaatan air tanah agar lebih efektif dan efisien, sekaligus memastikan tidak ada eksploitasi berlebihan,” ujar Yuliot, Rabu (8/1).
Pelaku usaha yang ingin mengajukan izin air tanah tidak lagi perlu memenuhi banyak persyaratan seperti sebelumnya. Persetujuan seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), persetujuan bangunan gedung, serta persetujuan lingkungan yang telah dimiliki pelaku usaha tidak perlu diajukan ulang.
Prosedur perizinan juga disederhanakan menjadi hanya satu tahap dan terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan sistem ini, proses perizinan diselesaikan dalam waktu 14 hari kerja, jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya yang bisa memakan waktu hingga beberapa bulan.
Sebelumnya, permohonan baru untuk izin Pengusahaan Air Tanah terdiri dari tiga tahap, yakni persetujuan pengeboran eksplorasi air tanah dan persetujuan studi kelayakan yang diajukan di Kementerian ESDM ditambah satu izin Pengusahaan Air Tanah yang diajukan melalui OSS.
Menurut Kementerian ESDM, kebijakan ini bertujuan untuk mendorong investasi di berbagai sektor, mulai dari pertanian, kehutanan, industri, hingga pariwisata. Penyederhanaan izin diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia sebagai destinasi investasi, terutama di sektor-sektor yang bergantung pada sumber daya air tanah.
Dampak negatif
Namun, pemberian izin penggunaan air tanah harus dilakukan dengan hati-hati. Diperlukan pemetaan di beberapa daerah dengan kondisi cadangan air tanah yang rawan, kritis, dan rusak. Sejumlah wilayah justru harus diberlakukan pembatasan penggunaan air tanah, misalnya DKI Jakarta.
Menurut Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga, pemanfaatan air tanah secara masif di DKI Jakarta dapat mempercepat penurunan muka tanah. Wilayah ini rawan penurunan permukaan tanah (land subsidence). Pembatasan pemanfaatan atau pengambilan air tanah di DKI Jakarta bisa dilakukan secara bertahap berdasarkan area yang paling rawan terhadap penurunan muka tanah.
“Zona percepatan pembatasan pengambilan air tanah dapat dimulai dari Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, hingga Jakarta Selatan,” tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah harus mempercepat pembangunan sarana dan prasarana yang bakal menunjang distribusi air bersih bagi masyarakat di Jakarta.
“Izin pengambilan air tanah memang perlu diperpanjang hingga layanan air bersih dari sistem perpipaan mencapai 100%. Pemprov DKI harus mempercepat pembangunan jaringan perpipaan ke seluruh wilayah Jakarta agar zona pembatasan pengambilan air tanah dapat diterapkan,” ujar Nirwono kepada Alinea.id, baru-baru ini.
Data Badan Geologi Kementerian ESDM menunjukkan beberapa wilayah di Jakarta mengalami penurunan muka tanah hingga 7 sentimeter (cm) hingga 10 cm per tahun akibat penggunaan air tanah berlebihan. Jika tidak dikelola dengan bijak, penggunaan air tanah yang tidak terkendali dapat mempercepat kerusakan lingkungan dan meningkatkan risiko banjir rob di wilayah pesisir.
Menurut laporan World Bank 2022, penurunan muka tanah di Jakarta menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp10 triliun per tahun, termasuk kerusakan infrastruktur dan properti. Untuk itu, para ahli menekankan pentingnya mempercepat pembangunan sistem perpipaan dan pengelolaan air permukaan sebagai solusi jangka panjang.