Akses pembiayaan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM di Indonesia. Hasil survei Bank Indonesia menunjukan, pembiayaan UMKM di Indonesia masih relatif terbatas, yaitu sebesar 30,5% UMKM terhubung ke pembiayaan perbankan dan 6,1% UMKM terhubung ke pembiayaan fintech/Lembaga Keuangan Non Bank (LNKB).
“UMKM yang masih berinteraksi atau mendapatkan fasilitas dari kredit perbankan itu baru sekitar 30,5% dan non bank baru 6,1%. Ini yang menjadi tantangan kita bagaimana meningkatkan akses pembiayaan,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P Joewono dalam Karya Kreatif Indonesia 2021: Policy Dialogue Pembiayaan UMKM secara virtual, Jumat (24/9).
Lebih lanjut, Doni mengatakan bahwa hal ini terkait dengan demand dan supply.
“Kalau demand nanti urusan kita semua Bank Indonesia, supply kan bisa perbankan dan lain sebagainya,” ucap Doni.
Ketika berbicara mengenai akses pembiayaan, Doni mengungkapkan, permasalahan akses pembiayaan UMKM disebabkan oleh tidak adanya agunan sekitar 59% dan tidak mempunyai dokumen formal 26%.
Doni juga mengungkapkan, sejak Mei kredit UMKM menjadi yang paling dulu tumbuh positif secara keseluruhan dibanding dengan kredit total.
“Semua kredit itu sebelum Mei negatif terus, tetapi yang membuat kami senang justru sejak Mei, kredit UMKM yang paling duluan positif pertumbuhannya. Pada Mei datanya sudah 1,57%. Sekarang Agustus posisi 2,7%. Jadi ini kan sebenarnya peluang, artinya di tengah kondisi pandemi UMKM lebih agresif,” ucap Doni.
Pada kesempatan yang sama, Deputi bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, saat ini rasio kredit UMKM per September data Bank Indonesia mencapai 20,5% atau Rp1,135 triliun.
“Tentunya pembiayaan ini masih kurang dan perlu ditingkatkan. Target ini akan ditingkatkan menjadi 30% pada tahun 2024, jadi ini tentunya menjadi PR yang cukup berat bagi kita semua sehingga kita perlu menyiapkan berbagai kebijakan dari sisi supply maupun demand,” tegas Hanung.
Hanung juga mengatakan, saat ini masih ada 30 juta usaha mikro yang belum mendapatkan akses kredit.
“Mereka umumnya meminjam dari kerabat, ada yang dari rentenir. Kemudian sebanyak 18 juta masih belum dapat akses sama sekali dari sistem keuangan. Kalau kita lihat dari skala usaha, usaha menengah menjadi yang paling banyak mendapat kredit perbankan sekitar 44,3% dari total kredit yang diberikan kepada UMKM. Kemudian sebagian besar 77% masih untuk modal kerja dan pada sektor perdagangan sekitar 49%,” ujar Hanung.
Ia berharap sektor untuk kegiatan investasi dan sektor produktif meningkat dan jauh lebih tinggi. Menurutnya Informasi mengenai UMKM itu masih terbatas, jadi laporan keuangannya masih belum bagus dan juga tingkat literasi masih rendah terhadap isu keuangan.