Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, selain dikenakan pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Menanggapi hal itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprotes rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. Pemerintah diharapkan menghentikan upaya menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.
"Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut. Dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia, kami akan melakukan upaya protes kepada presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami," kata ketua IKAPPI Abdullah Mansuri, Rabu (9/6).
IKAPPI menilai, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan itu. Apalagi pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit.
Pihaknya mencatat lebih dari 50% omzet pedagang pasar menurun. Di samping itu pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan di beberapa bulan belakangan ini.
"Harga cabai bulan lalu mencapai Rp100.000, harga daging sapi belum stabil, mau dibebani PPN lagi? Gila. Kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN lagi, gimana tidak gulung tikar," ujarnya.