Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal ini merupakan bagian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang terjadi 28 September 2018 di tiga daerah itu.
"Rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Kementerian PUPR tentunya harus lebih baik dari sebelumnya atau build back better,” kata Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kementerian PUPR di Sulawesi Tengah Arie Setiadi Moerwanto dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (9/4).
Huntara yang berhasil dibangun pada tahap awal Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi mencapai 95% dari target atau sebanyak 629 unit di 69 lokasi. Kementerian PUPR menargetkan pembangunan huntara seluruhnya sebanyak 699 unit di 72 lokasi bisa rampung pada 24 April 2019.
Lebih rinci, Arie Setiadi menjelaskan huntara yang sudah selesai di Kota Palu sebanyak 281 unit dengan 185 unit sudah dihuni. Di Kabupaten Donggala, huntara yang sudah selesai sebanyak 153 unit dan sudah dihuni 85 unit. Sementara, di Kabupaten Sigi, dari 195 unit sudah dihuni 83 unit.
Kementerian PUPR bersama BUMN Karya membangun huntara berbentuk rumah besar terdiri dari 12 bilik yang dihuni satu keluarga. Huntara dilengkapi dapur umum, kamar mandi dan WC umum. Sementara, pemerintah daerah akan menentukan warga yang berhak menghuni huntara.
“Masa transisi dari tenda ke huntara merupakan tantangan karena penyediaan air dilakukan untuk memenuhi kebutuhan huntara dan warga yang masih ditenda,” jelas Arie.
Menurut Arie, untuk memenuhi kebutuhan air bersih di setiap huntara, dilakukan pemasangan sumur bor dan solar cell di beberapa di beberapa titik, yakni di Petobo Utara dengan kedalaman 96 mete berkapasitas 6 liter/detik. Di Petobo Selatan, kedalaman 93 meter, berkapasitas 10 liter/detik. Lalu di Mpanu dengan kedalaman 80 meter berkapasitas 9 liter/detik.
Hunian tetap
Selanjutnya, pemerintah juga akan membangun hunian tetap (huntap) sebanyak 21.000 unit pada tahap awal di lokasi yang sama. Huntap ini akan menggunakan teknologi tahan gempa atau rumah instan sederhana sehat (Risha) dengan biaya Rp50 juta per unit.
“Namun perhitungan kontraktor biaya yang dibutuhkan Rp 60 juta/unit. Kami masih melakukan perhitungan agar harganya bisa tetap Rp 50 juta/unit. Semua huntap yang akan dibangun memenuhi standar bangunan tahan gempa,” kata Arie.
Saat ini, Gubernur Sulawesi Tengah sudah menandatangani surat penetapan lokasi pembangunan huntap, yakni di Kota Palu seluas 360,93 hektare (ha), meliputi di Kelurahan Talise seluas 481,63 ha, Kelurahan Duyu seluas 41,65 ha, dan Kelurahan Pombewe seluas 362 ha.
Saat ini desain kawasan huntap sudah ada, termasuk prasarana dan sarana umum juga disiapkan seperti akses jalan, listrik dan air. Selain itu, terdapat area yang diperuntukan bagi donatur yang ingin membantu pembangunan huntap. Rumah contoh Risha juga sudah dibangun di lokasi rencana relokasi.
Para penghuni huntara akan mendapatkan satu unit huntap dengan luas tanah 150 meter persegi (m2) dengan bangunan tipe 36. “Huntap bukan merupakan ganti rugi namun bantuan dari pemerintah. Konsepnya adalah rumah tumbuh. Kami juga tengah membahas usulan warga yang membutuhkan luasan rumah lebih besar karena jumlah anggota keluarganya. Sehingga diharapkan bisa dikerjakan dari awal pembangunan huntap,” kata Arie.
Menurut Arie, huntap juga diperuntukan bagi warga yang rumahnya yang berada di jalur patahan Sesar Palukoro. Namun meski huntap nantinya rampung, menurut Arie, tidak mudah untuk mengajak masyarakat pindah ke lokasi permukiman baru karena berbagai faktor seperti kedekatan dengan mata pencaharian maupun keluarga.